MAKALAH PENDIDIKAN KODE ETIK GURU
KODE ETIK GURU INDONESIA
Persatuan Guru Republik Indonesia
menyadari bahwa Pendidikan adalah merupakan suatu bidang Pengabdian terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Tanah Air serta kemanusiaan pada umumnya dan
…….Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan Undang –Undang Dasar 1945 . Maka
Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai Guru dengan
mempedomani dasar –dasar sebagai berikut :
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia
pembangun yang berjiwa Pancasila
2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai
dengan kebutuhan anak didik masing –masing .
3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi
tentang anak didik , tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk
penyalahgunaan .
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan
dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi kepentingan anak didik
5. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya
maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan .
6. Guru secara sendiri – sendiri dan atau bersama – sama berusaha
mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya .
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik
berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan .
8. Guru bersama –sama memelihara membina dan meningkatkan mutu
Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengapdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
Pemerintah dalam bidang Pendidikan.
Kode Etik Guru (2008)
PEMBUKAAN
Dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa
guru Indonesia
menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia.
Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia indonesia
yang bermain, bertakwa dan berakhlak mulia serta mengusai ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil,makmur, dan
beradap.
Guru Indonesia selalu tampil secara
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan.
Melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru
Indonesia memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Guru indonesia adalah insan yang layak
ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh
peserta didik yang dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada prinsip “ing
ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Dalam usaha
mewujudkan prinsip-prinsip tersebut guru indonesia ketika menjalankan
tugas-tugas profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Guru indonesia bertanggung jawab
mengatarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa
pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan
selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan
negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang
maupun masa yang akan datang. Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa
guru dan profesinya merupakan komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa
dan negara ini sepanjang zaman. Hanya dengan tugas pelaksanaan tugas guru
secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang
bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia
ini.
Peranan guru semakin penting
dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa
dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetetif dan produktif
sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat
sekarang dan dimasa datang.
Dalam melaksanakan tugas
profesinya guru indonesia
menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai
pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai
moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.
Bagian Satu
Pengertian, tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
(1) Kode Etik Guru Indonesia
adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia.
Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pendidik, anggota maasyarakat dan warga negara.
(2) Pedoman sikap dan perilaku
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang
membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh
dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik,
mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah.
Pasal 2
(1) Kode Etik Guru Indonesia
merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi
terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
(2) Kode Etik Guru Indonesia
berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi
pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta
didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi,
dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan
kemanusiaan.
Bagian Dua
Sumpah/Janji Guru Indonesia
Pasal 3
(1) Setiap guru mengucapkan
sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan,
dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik
Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun
di lingkungan masyarakat.
(2) Sumpah/janji guru Indonesia
diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang
berwenang di wilayah kerja masing-masing.
(3) Setiap pengambilan
sumpah/janji guru Indonesia
dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 4
(1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia
dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru
Indonesia.
(2) Pengambilan sumpah/janji guru
Indonesia
dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan
tugas.
Bagian Tiga
Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai
Operasional
Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia
bersumber dari :
(1) Nilai-nilai agama dan
Pancasila
(2) Nilai-nilai kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
(3) Nilai-nilai jati diri, harkat
dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional,
intelektual, sosial, dan spiritual,
Pasal 6
(1) Hubungan Guru dengan Peserta
Didik:
a. Guru berperilaku secara
profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai,
dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik
untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai
individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat
c. Guru mengetahui bahwa setiap
peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya
berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi
tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau
bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan
mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang
efektif dan efisien bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan
peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari
tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi
untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif
bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung
mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam
mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga
diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang
semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas
kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani
dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan
perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang
rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat
proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak boleh membuka
rahasia pribadi serta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya
dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak boleh menggunakan
hubungan dan tindakan profesionallnya kepada peserta didik dengan cara-cara
yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p. Guru tidak boleh menggunakan
hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan pribadi.
(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali
Siswa :
1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien
dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
2. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan
objektif mengenai perkembangan peserta didik.
3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain
yang bukan orangtua/walinya.
4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan
berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
5. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai
kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
6. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin
dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau
anak-anak akan pendidikan.
7. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan
orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi.
(3) Hubungan Guru dengan
Masyarakat :
1. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan
efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
2. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
3. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
4. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan
prestise dan martabat profesinya.
5. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat
berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya
6. Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai
agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
7. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya
kepada masyarakat.
8. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam
masyarakat.
(4) Hubungan Guru dengan seklolah
1. Guru memelihara dan eningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi
sekolah.
2. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam
melaksanakan proses pendidikan.
3. Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif.
4. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
5. Guru menghormati rekan sejawat.
6. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat
7. Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan
kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
8. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk
tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan
tuntutan profesionalitasnya.
9. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan
pendapat-pendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan
pembelajaran
10. Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan
dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
11. Guru memliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat
meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas
profesional pendidikan dan pembelajaran.
12. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari
kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
13. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyaan keliru berkaitan
dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
14. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya
15. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya
atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarnya.
16. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk
pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
17. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung
atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
(5) Hubungan Guru dengan Profesi
:
1. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi
2. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan
dan bidang studi yang diajarkan
3. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya
4. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggungjawab atas
konsekuensiinya.
5. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab,
inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional
lainnya.
6. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
akan merendahkan martabat profesionalnya.
7. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya
8. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas
dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan
pembelajaran.
(6) Hubungan guru dengan
Organisasi Profesinya :
a. Guru menjadi anggota
aorganisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan
program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan
organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan
c. Guru aktif mengembangkan
organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan
untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d. Guru menjunjung tinggi
tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi
profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas
organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual,
dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan
tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan
eksistensis organisasi profesinya.
g. Guru tidak boleh mengeluarkan
pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi
profesinya.
h. Guru tidak boleh menyatakan
keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(7) Hubungan Guru dengan
Pemerintah :
a) Guru memiliki komitmen kuat
untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan
dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang
Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya.
b) Guru membantu Program
pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.
c) Guru berusaha menciptakan,
memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945.
d) Guru tidak boleh menghindari
kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan
pendidikan dan pembelajaran.
e) Guru tidak boleh melakukan
tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.
Bagian Empat
Pelaksanaan , Pelanggaran, dan
sanksi
Pasal 7
(1) Guru dan organisasi profesi
guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kude Etik Guru Indonesia.
(2) Guru dan organisasi guru
berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat
Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan pemerintah.
Pasal 8
(1) Pelanggaran adalah perilaku
menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan
perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru.
(2) Guru yang melanggar Kode Etik
Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
(3) Jenis pelanggaran meliputi
pelanggaran ringan sedang dan berat.
Pasal 9
(1) Pemberian rekomendasi sanksi
terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia
merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
(2) Pemberian sanksi oleh Dewan
Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif
(3) Rekomendasi Dewan Kehormatan
Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh
organisasi profesi guru.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran
dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
(5) Siapapun yang mengetahui
telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan
Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang
berwenang.
(6) Setiap pelanggaran dapat
melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru
dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan
dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
Bagian Lima
Ketentuan Tambahan
Pasal 10
Tenaga kerja asing yang
dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik
Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
Bagian Enam
Penutup
Pasal 11
(1) Setiap guru secara
sungguh-sungguh menghayati,mengamalkan serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru
Indonesia.
(2) Guru yang belum menjadi anggota
organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang
pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dewan Kehormatan Guru
Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode
Etik Guru Indonesia.
RUWETNYA MERUMUSKAN KODE ETIK
PROFESI GURU
Juni 11, 2007 in My Opinion
Salah satu program kerja 100 hari Mendiknas
Bambang Sudibyo adalah pencanangan “Guru Sebagai Profesi”. Hal itu beliau
ungkapkan pada 2 Desember 2004, bersamaan dengan peringatan Hari Guru Nasional.
Sebagai suatu profesi, guru memerlukan kode etik. Naskah kode etik itu, saat
pencanangan tersebut tengah digodok.
Draf kode etik guru tersebut selain diambil
dari kode etik yang sudah dimiliki PGRI dan memperoleh masukan dari para
profesor doktor bidang pendidikan, juga dengan membandingkan kode etik yang
dimiliki oleh profesi lain. Artinya, secara prosedural penyusunan draf kode
etik guru itu sudah sesuai mekanisme kerja yang benar. Meskipun demikian, tidak
berarti bahwa draf itu dapat dikatakan final dan layak untuk disahkan menjadi kode
etik guru ( Darmaningtyas,Kompas, 13
Desember 2004 ).
Namun, hingga saat ini tampaknya penyusunan
draft tersebut belum kelaar juga. Padahal pengesahannya sangat ditunggu banyak
pihak, khususnya masyarakat pengguna jasa layanan pendidikan dan, tentunya,
para guru itu sendiri. Bagi masyarakat, dengan adanya kode etik guru, mereka
akan memperoleh pelayanan pendidikan yang lebih professional dari para guru.
Karena, dalam kode etik tersebut akan diatur persyaratan keahlian minimal yang
harus dimiliki profesi tersebut. Selain itu, kode etik merupakan janji dari
sebuah profesi untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat Dengan
demikian mereka tidak perlu merasa khawatir lagi putra-putri mereka dididik guru-guru yang tidak layak dan
asal-asalan.
Selain itu, masyarakat tidak perlu merasa
khawatir lagi menjadi bola permainan beberapa guru seperti sering terjadi
selama ini. Meski pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi guru-guru untuk
berjualan buku kepada murid-muridnya, namun dengan berbagai dalih dan cara,
mereka tetap saja memaksa murid-murid membeli buku yang mereka tunjuk, yang
merupakan hasil kerjasamanya dengan penerbit tertentu. Murid tidak diberi
kesempatan untuk menggunakan buku lain, sehingga seolah ilmu dari buku tersebut
saja yang paling bermutu. Dan untuk mempertahankan pangsa pasarnya pada tahun
berikutnya, maka buku-buku tersebut sudah tidak bisa dipakai oleh kelas
berikutnya.
Model ‘pemerasan lainnya’ guru membuka les
privat bagi murid-muridnya, meski hal ini juga sudah ada larangannya. Namun,
karena para orang tua takut kalau terjadi apa-apa pada anaknya jika tidak
mengikuti les tersebut, maka dengan terpaksa mengikutkan anaknya les tersebut.
Dengan adanya kode etik guru, maka akan ada
majelis kehormatan yang akan mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada
guru yang melanggar kode etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi
sangsi kepada guru yang melanggar.
Dari pihak guru sendiri, pengakuan bahwa
pekerjaan guru merupakan sebuah profesi akan memiliki beberapa arti. Pertama,
dengan diakui sebagai sebuah profesi tentu akan meningkatkan salary mereka,
sehingga mereka tidak perlu mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan hidup
keluarganya. Dengan demikian mereka lebih memiliki waktu dan biaya untuk
pengembangan keahliannya. Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan prestise
pekerjaan guru. Bukankah selama ini pekerjaan guru dianggap sebagai pekerjaan
yang tidak terlalu membanggakan. Sehingga, lulusan SLTA yang berprestasi merasa
malas untuk melanjutkan ke Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Dengan
salary yang memadai dan prestise yang baik, diasumsikan akan mendorong
anak-anak muda dengan prestasi akademik yang bagus bersedia menerjuni pekerjaan
menjadi guru.
Mungkinkah Kode Etik Guru Bisa
Fungsional ?
Bisa jadi pertanyaan di atas terlalu skeptis.
Tapi marilah kita simak fakta yang ada. Barangkali untuk meningkatkan salary
guru pada taraf yang dianggap memadai tidak terlalu menjadi masalah. Bukankah
ke depan pemerintah akan meningkatkan anggaran untuk dunia pendidikan hingga
20% dari total APBN ?
Barangkali yang akan menjadi dilema adalah
tuntutan akan keahlian sebagai satu profesi. Kualitas guru di Indonesia dari
beberapa kajian masih dipertanyakan, seperti yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat
dan Umar (dalam Adiningsih,: 2002). Mereka memperlihatkan nilai rata-rata
nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk
bidang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0-100, artinya hanya
menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada
bidang studi yang lain, seperti fisika (27,35), biologi (44,96), kimia (43,55),
dan bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal,
yaitu minimum 75% sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain
yang lebih memprihatinkan adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan
(2000) memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi
di luar bidang keahliannya. Paparan ini menggambarkan sekilas kualitas guru di
Indonesia, bagimana dapat dikatakan profesional jika penguasaan materi
matapelajaran yang diampu masih kurang, dan bagaimana dikatakan profesional
jika masih ada 33% guru yang mengajar diluar bidang keahliahanya. Seperti yang
diungkap oleh Geist (2002) bahwa Professionals are specialists and experts
inside their fields; their expertise is not intended to be necessarily
transferable to other areas, consequently they claim no especial wisdom or
sagacity outside their specialties. ( Agung Haryono,” TANTANGAN PROFESIONALISME
GURU EKONOMI DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI”, Jurnal Ekofeum
online)
Bisa saja sebelum sanksi diberlakukan bagi
guru-guru yang keahliannya tidak memenuhi standard minimal, mereka diberi waktu
untuk meng upgrade diri selama sekian waktu. Tapi perlu diingat, seperti
dijelaskan di atas, bahwa dengan gaji yang sekarang ini, banyak guru harus
mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan keluarganya. Apalagi kalau
dilihat guru-guru sekolah swasta, salary-nya masih banyak yang di bawah UMR,
masuk akalkah untuk meminta mereka meng upgrade diri ?
Andai saja dengan ada mukjizat tertentu
sehingga membuat pemerintahan SBY mampu menaikkan salary para guru, baik negeri
maupun swasta, sampai tingkat memadai, tetapi tetap saja harapan supaya guru-guru yang ada saat ini meng
upgrade diri sampai memiliki keahlian yang memadai juga masih sebagai utopia.
Bukankah raw material yang menjadi input LPTK selama ini sebagian besar adalah
para lulusan yang bisa dibilang second grade ?
Lalu kalau standard keahlian yang
dipersyaratkan untuk profesi guru tidak tercapai, apakah majelis kehormatan
yang akan dibentuk nanti memecati guru-guru yang dianggap tidak memenuhi
standard keahlian ?
Jadi jelas pencanangan “Guru Sebagai Profesi”
merupakan kebijakan yang gegabah dari Mendiknas. Barangkali akan lebih
realistis jika kebijakan peningkatan mutu guru dimulai dengan meningkatkan
salary para guru sesuai dengan kemampuan pemerintah. Setelah itu, perlu
dilakukan pelatihan-pelatihan yang lebih intensif dan dengan metode yang lebih
baik saehingga membuat guru-guru termotivasi untuk mengembangkan dirinya.
Berikutnya, diadakan percepatan usia pensiun untuk guru. Kalau sekarang usia
pensiun guru adalah 60 tahun, barangkali bisa dimajukan menjadi 55 tahun.
Dengan begitu, akan memberi kesempatan tenaga-tenaga baru untuk terjun di
bidang pendidikan, tentu dengan ini
harus dipilih tenaga-tenaga yang memang memiliki keahlian yang memadai.
Last but not least, dalam proses recruitment
harus dibersihkan dari unsur-unsur suap menyuap. Menurut Darmaningtyas dalam
artikelnya di atas menyebutkann bahwa proses perekrutan guru calon pegawai
negeri sipil (CPNS) tahun 2004 ini diwarnai dengan suap Rp 20 juta-Rp 75 juta?
Menurut hemat penulis, kalau mau membuat program 100 hari yang monumental, realistis,
dan jelas indikatornya, hal itu dapat dilakukan dengan mencegah penerimaan guru
CPNS dengan menggunakan uang suap sedikit pun. ( Darmaningtyas,Kompas, 13
Desember 2004 ).
Dengan pemberantasan korupsi saat proses
rekruitmen tenaga guru, akan di dapat calon-calon guru yang lebih berkualitas.
Guru pun lebih bermartabat karena menjadi guru berkat kemampuannya, bukan
karena menyuap pihak lain.
*******
PEMBERDAYAAN GURU DAN DOSEN
A. PENDAHULUAN
Pendidikan di era reformasi
menghadapi dua tuntutan. Pertama adalah tutuntan masyarakat terhadap mutu
pendidikan yang rendah dan belum relevan dengan perkembangan masyarakat. Kedua,
problema dalam meningkatkan kualitas manusia manusia sebagai sumber daya yang
berkualitas dan professional.
Posisi guru dan dosen merupakan
hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Selama ini peran guru dan dosen
diperlakukan kurang taat asas dalam arti dinyatakan sebagai sosok yang sangat
penting, namun tanpa disertai kesediaan untuk menghargai mereka sebagaimana
mestinya.
Bidang pengajaran merupakan salah
satu bagian yang integral dari system pendidikan di sekolah maupun di perguruan
tinggi, menjadi tanggung jawab guru dan dosen. Mengingat pentingnya peranan
terbut, berbagai upaya mempersiapkan guru dan dosen yang professional secara
bertahap telah dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK),
organisasi profesi, departemen terkait, dan lembaga pendidikan lainnya.
Oleh karena itu, dapat difahami
bahwa peran dan fungsi pendidik dalam membentuk kepribadian peserta didik untuk
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia, serta menyejahterakan
masyarakat, kemajuan Negara dan bangsa.
Dalam makalah ini akan dibahas
bagaimana hakikat guru dan dosen sebagai pendidik dan pengajar, bagaimana
prinsip-prinsip professionalitas mereka, apa standar kompetensi, kualifikasi,
dan sertifikasinya, apa hak dan kewajiban, bagaimana penerapan kode etik dan
pembinaan karir, dan sanksi mereka pada lembaga pendidikan Islam.
B. HAKIKAT GURU DAN DOSEN SEBAGAI
PENDIDIK DAN PENGAJAR
1. Pengertian Guru dan Dosen
Di Indonesia guru dan dosen
termasuk dalam kelompok pendidik berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 pada Bab I tentang Ketentuan Umum, yang berbunyi :
Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.[1]
Pada Bab XI tentang Pendidik dan
Tenaga Kependidikan pasal 39 ayat 2, dijelaskan bahwa:
Pendidik merupakan tenaga
professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi.[2]
Kemudian dalam Undang-Undang Guru
dan Dosen pada Bab I pasal 1 ayat 1 dan 2, telah dijelaskan bahwa:
Guru adalah pendidik professional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dosen adalah pendidik
professional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan,
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.[3]
Dari uraian di atas dapat
difahami bahwa pengertian guru dan dosen tidak banyak perbedaannya. Mereka
sama-sama pendidik professional dengan tugas utama mendidik dan mengajar.
Mungkin jenjang pendidikan formal saja yang membedakannya, guru di sekolah
sedangkan dosen di perguruan tingggi.
2. Guru dan Dosen Sebagai
Pendidik
Guru dan dosen adalah pendidik,
yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan
lingkungannnya. Oleh karena itu, guru dan dosen harus memiliki standar kualitas
pribadi tertentu. Seperti, bertanggung jawab, berwibawa, mandiri, dan
disiplin.[4]
Tanggung jawab seorang guru dan
dosen tercermin dari sikap mengetahui dan memahami nilai, norma, dan social,
serta berusaha berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut.
Guru dan dosen harus mempunyai
wibawa. Hal ini dapat dilihat dari kelebihan dalam merealisasikan nilai
spiritual, emosional, moral, social, dan intelektual pribadinya, serta memiliki
kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan
bidang yang dikembangkan.
Ketika mengambil suatu keputusan
guru dan dosen harus mandiri (indefendent), terutama yang berkaitan dengan pembelajaran
dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik
dan lingkungan. Jangan hanya menanti perintah dari atasan (kepala sekolah atau
rector)
Guru dan dosen juga harus
disiplin. Dalam arti mereka harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib
secara konsisten, atas kesadaran professional, karena mereka bertugas untuk
mendisiplinkan para peserta didik, terutama dalam pembelajaran.
Peranan guru sebagai pendidik
dapat dilaksanakan apabila guru memenuhi persyaratan kepribadian. Guru akan
mampu mendidik apabila dia mempunyai kestabilan emosi, memiliki rasa tanggung
jawab yang besar untuk memajukan peserta didik, bersikap realistis, jujur,
terbuka, dan peka terhadap perkembangan, terutama terhadap inovasi
pendidikan.[5]
Berdasarkan uraian di atas, maka
hakikat guru dan dosen sebagai pendidik harus mempunyai kepribadian yang baik.
Seperti berperilaku yang terpuji, memiliki kestabilan emosional dan spiritual.
Dengan kata lain, pendidik harus berakhlak yang mulia dalam memberikan contoh
kepada peserta didiknya.
3. Guru dan Dosen Sebagai
Pengajar
Sehubungan dengan peranan guru
sebagai pengajar, maka dia harus menguasai ilmu, antara lain mempunyai
pengetahuan yang luas, menguasai bahan pelajaran serta ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan mata pelajaran yang diajarkannya, menguasai teori dan praktek metode
pengajaran, teknologi pendidikan, evaluasi, psikologi belajar, dan lain
sebagainya.[6]
Lebih teknis lagi yang
dikemukakan oleh Mulyasa tentang beberapa hal yang perlu dilakukan oleh guru
dalam pembelajaran, yaitu: membuat ilustrasi; mendefinisikan; menganalisis;
mensintesis; bertanya; merespon; mendengarkan; menciptakan kepercayaan;
memberikan pandangan yang bervariasi; menyediakan media untuk mengkaji materi
standar; menyesuaikan metode pembelajaran; memberikan nada perasaan.[7]
Rumusan tujuan pembelajaran yang
sudah dicantumkan di dalam kurikulum formal belum tentu dapat diaktualisasikan
tanpa peranan guru dalam pembelajaran di kelas. Hal ini sangat tergantung
kepada peranan yang dimainkan oleh guru yang bertindak sebagai “The man behind
the gun-nya”.[8]
Khusus bagi dosen, ada tiga
tingkatan kewenangan dalam pelaksanaan dharma pendidikan dan pengajaran, yakni:
Mandiri; Ditugaskan; dan Membantu. Mandiri adalah dosen yang sudah memilki
kewenangan dan tanggung jawab secara penuh dalam praktek pendidikan dan
pengajaran. Ditugaskan adalah dosen yang kewenangannya berdasarkan tanggung
jawab tenaga pengajar yang lebih senior yang sudah memilki tanggung jawab penuh
dalam bidang tugasnya. Sementara membantu adalah dosen yang kewenangannya hanya
membantu tenaga pengajar yang lebih senior.[9]
Sebagai pengajar, guru dan dosen
harus mempunyai pengetahuan yang luas tentang materi yang akan diajarkannya,
metode, pendekatan, dan teknik juga harus dikuasai. Pengelolaan kelas yang baik
dalam pembelajaran menjadi seni ketika guru dan dosen mengajar.
C. PRINSIP-PRINSIP
PROFESIONALITAS GURU DAN DOSEN
Afnibar dalam bukunya Memahami
Profesi dan Kinerja Guru, dia mengutip pendapat Imran Manan yang menyatakan
bahwa:
Profesi adalah Kedudukan atau
jabatan yang memerlukan ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh
sebagian lewat pendidikan atau perkuliahan yang bersifat teoritis dan disertai
dengan praktek, diuji dengan sejenis bentuk ujian baik di universitas atau
lembaga yang diberi hak untuk itu dan memberikan kepada orang-orang yang
memilikinya (sertifikat, lisence, brevet) suatu kewenangan tertentu dalam
hubungannya dengan kliennya.[10]
Selanjutnya, sebagai sebuah
profesi pekerjaan tersebut harus mempunyai criteria-kriteria seperti: Pertama,
Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan
yang mendalam. Kedua, Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu
sesuai dengan bidang profesinya. Ketiga, Menuntut adanya tingkat pendidikan
keguruan yang memadai. Keempat, Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan
dari pekerjaan yang dilaksanakannya. Kelima, Memungkinkan perkembangan sejalan
dengan dinamika kehidupan. Keenam, Memiliki kode etik sebagai acuan dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Ketujuh, Memilki klien/objek layanan yang
tetap seperti dokter dengan pasiennya atau guru dengan muridnya. Kedelapan,
Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.[11]
Dari keterangan di atas, dapat
difahami bahwa adanya keterkaitan persyaratan pekerjaan guru sebagai sebuah
profesi. Yaitu : Pekerjaan sebagai guru memerlukan pendidikan khusus, hal ini
dikelola oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK); Memberi manfaat
kepada masyarakat yakni mendidik sumber daya manusia yang berkualitas; Memilki
kode etik yaitu kode etik profesi guru; Memilki objek yang jelas yaitu para
siswa di sekolah; Melibatkan kegiatan intelektual yaitun dalam proses belajar
mengajar; keberadaannya sangat dibutuhkan dab diakui oleh masyarakat dan
memilki organisasi profesi, yaitu organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI).[12]
Guru adalah jabatan professional
yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka harus
memenuhi criteria professional sebagai berikut:
1. Fisik, maksudnya adalah guru
harus sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai cacat tubuh yang dapat
menimbulkan cemoohan atau rasa kasihan dari peserta didik
2. Mental/ Kepribadian, maksudnya
adalah guru memiliki kepribadian yang baik; mencintai bangsa dan sesama manusia
serta rasa kasih saying kepada peserta didik; berbudi pekerti yang luhur;
berjiwa kreatif; mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa;
mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi; bersikap terbuka, peka, dan
inovatif; menunjukkan rasa cinta kepada profesinya; taat kepada disiplin; dan
memilki sense of humor
3. Keilmiahan/Pengetahuan,
maksudnya adalah guru harus memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu
menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik; memahami, menguasai, dan
mencintai ilmu pengetahuan yang diajarkan; memiliki pengetahuan yang cukup
tentang bidang-bidang yang lain; senang membaca buku-buku yang ilmiah; mampu
memecahkan persoalan secara sistematis; memahami prinsip-prinsip pembelajaran.
4. Keterampilan, maksudnya adalah
guru harus mampu berperan sebagai organisator dan fasilitator; mampu menyusun
bahan pembelajaran; mampu melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik
sehingga tercapai tujuan pembelajaran; mampu merencanakan dan melaksanakan
evaluasi pendidikan; dan mampu memahami dan melaksanakan kegiatan pendidikan
luar sekolah.[13]
Berdasarkan penjelasan di atas,
prinsip-prinsip profesionalitas guru dan dosen merupakan profil guru.
Keseimbangan antara penguasaan aspek keguruan dan disiplin ilmu harus dimiliki
oleh guru yang professional. Oleh karena itu, guru perlu ditempa kepribadiannya
dan diasah penguasaan materinya sehingga menjadi tenaga yang professional.
Dalam Undang-undang guru dan
dosen dijelaskan tentang prinsip profesionalitas pada pasal 7 ayat 1 yang
berbunyi:
Profesi guru dan profesi dosen
merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai
berikut:
a. memiliki bakat, minat,
panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan
mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik
dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas
pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang
ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang
hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki organisasi profesi
yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.[14]
Dari sembilan poin prinsip
professional dalam Undang-undang di atas, dapat difahami bahwa guru dan dosen
harus bekerja menjalankan tugas secara professional. Pemerintah memberikan
jaminan perlindungan hukum kepada guru dan dosen ketika ada persoalan dalam
menjalankan tugas keprofesionalan di sekolah maupun universitas.
D. KUALIFIKASI, KOMPETENSI, DAN
SERTIFIKASI
GURU DAN DOSEN
Kualifikasi akademik adalah
ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen
sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan
Kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Sertifikasi adalah proses
pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan
dosen sebagai tenaga professional.
Pengertian kualifikasi,
kompetensi, dan sertifikasi di atas merupakan rumusan yang terdapat dalam UU RI
No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Oleh karena itu, guru dan dosen di Indonesia harus
memenuhi patuh terhadap apa yang telah diatur dalam undang-undang tersebut.
Profesi guru dan dosen wajib
mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi untuk mewujudkan
tujuan pendidikan. Dalam hal ini, dapat dilihat dalam Undang-undang Guru dan
Dosen pada Bab IV pasal 8, 9, 10, 11, 12, dan 13 untuk guru. Kemudian pada Bab
V pasal 45,46,47,48, 49, dan 50 untuk dosen.
Kualifikasi akademik guru
diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma
empat.Sedangkan kualifikasi dosen diperoleh melalui pendidikan tinggi program
pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. Dengan bahasa
lain guru harus menyandang gelar akademik sarjana (S1) dan dosen minimal magister
(S2) atau doctor (S3).
Kariyoto dalam Afnibar menyatakan
bahwa ada tiga tingkatan kualifikasi professional guru, yaitu: Pertama, Tingkat
capable personal, artinya guru diharapkan memiliki pengetahuan dan sikap yang
tepat untuk mampu mengelola proses belajar mengajar. Kedua, guru sebagai
motivator, yakni memiliki komitmen terhadap pembaharuan dan penyebar ide
pembaharuan yang efektif. Ketiga, guru sebagai developer yang memiliki visi
yang jauh ke depan dalam menjawab tantangan dunia pendidikan masa depan.[15]
Dilihat dari Ilmu Pendidikan
Islam, maka secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat
memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, hendaklah dia bertakwa
kepada Allah, berilmu, sehat jasmaniyahnya, baik akhlaknya, bertanggung jawab,
dan berjiwa nasional.[16]
Kompetensi professional,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan merupakan kompetensi yang
harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun. Secara
teoritis ketiga kompetensi itu mungkin dapat dipisah-pisahkan. Tetapi secara
praktis, sesungguhnya ketiganya tidak dapat dipisah-pisahkan atau saling
menjalin secara terpadu dalam diri guru. Guru yang terampil mengajar harus
memiliki pribadi yang baik dan mampu melakukan pekerjan atau kegiatan social di
masyarakat.[17]
Ada sepuluh kompetensi guru dalam
melaksanakan tugasnya yaitu: 1). Menguasai bahan. 2). Mampu mengelola program
belajar mengajar. 3). Mengelola kelas. 4). Menggunakan media/sumber. 5).
Menguasai landasan pendidikan. 6). Mengelola interaksi belajar mengajar. 7).
Menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran. 8). Mengenal
fungsi dan layanan BP. 9). Mengenal administrasi sekolah. 10). Memahami
prinsip-prinsip dan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.[18]
Dosen yang bermutu ditandai oleh
sifat tanggung jawabnya yang tercermin pada perilaku yang rabbaniy, zuhud,
ikhlas, sabar, jujur dan kebapakan, dapat mengambil keputusan yang berwibawa
secara mandiri dan professional, memiliki keahlian teknis pendidikan, mampu
membelajarkan mahasiswa serta menguasai konsep, proses, dan dasar filosofis
iptek modern.[19]
Pembinaan dan pengembangan mutu
dosen bertolak dari kebijakan mengembangkan kemampuan professional ketenagaan
guru meningkatkan mutu layanan akademik dan non-akademik. Tekanannya pada
peningkatan keahlian, perluasan wawasan, pembinaan spirit ilmiah, dan
pengembangan budaya ilmiah serta kebebasan akademik. Sasaran utamanya adalah
peningkatan mutu akdemik dan peningkatan kewenangan akademik. Program utama
yang ditempuh dan menjadi temuan penelitian adalah program latihan prajabatan
(LPJ); peningkatan keahlian melalui studi lanjut gelar; studi lanjut non-gelar;
pengembangan staf melalui pertemuan-pertemuan ilmiah; penataran/loka karya;
pengembangan staf melalui peningkatan mutu penelitian; pengembangan staf
melalui peningkatan mutu pengabdian kepada masyarakat; dan penugasan-penugasan.
[20]
Menurut ketentuan Undang-undang
Guru dan Dosen kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogic, maksudnya adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian,
maksudnya adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan
berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional,
maksudnya adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam. Kompetensi social, maksudnya adalah kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta didik,
sesame guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.[21]
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia (Permendiknas RI) No. 18 Tahun 2007 tentang
sertifikasi guru dalam jabatan, komponen portofolio meliputi: 1). Kualifikasi
akademik, 2). Pendidikan dan pelatihan, 3). Pengalaman mengajar, 4).
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, 5). Penilaian dari atasan dan
pengawas, 6). Prestasi akademik, 7). Karya pengembangan profesi, 8).
Keikutsertaan dalam forum ilmiah, 9). Pengalaman organisasi di bidang
pendidikan dan social, 10). Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Fungsi portofolio dalam
sertifikasi guru untuk menilai kompetensi guru dalam menjalankan tugas dan
perannya sebagai agen pembelajaran. Kompetensi pedagogic dinilai antara lain
melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman
mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan
kompetensi social dinilai antara lain melalui dokumen penilaian dari atasan dan
pengawas, kompetensi professional dinilai antara lain melalui dokumen
kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman, perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran, dan prestasi akademik. [22]
Dari penjelasan di atas, dapat
difahami bahwa hubungan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sangat erat
satu dengan yang lainnya. Ketika guru sudah mempunyai kualifikasi dalam
akademik, hendaknya guru dan dosen memiliki kompetensi, kemudian kualifikasi
dan kompetensi tersebut diukur atau dinilai dari sertifikasi yang dilakukan
oleh pemerintah. Proses yang telah dilalui oleh guru dan dosen tersebut akan
menghasilkan tenaga yang professional. Keprofesionalan harus ditunjukkan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan oleh pemerintah bagi guru
dan dosen.
E. HAK DAN KEWAJIBAN/TANGGUNG
JAWAB GURU DAN DOSEN
Hak dan kewajiban guru dan dosen
sudah diatur dalam pasal 14, 20, 51, dan 60 UU No. 14 Tahun 2005 yang berbunyi:
Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social;
b. mendapatkan promosi dan
penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam
melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk
meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan
sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam
memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau
sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru,
dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan
jaminan keselamatan dalam menjalankan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk
berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk
berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan dan meningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan /atau
k. memperoleh pelatihan dan
pengembangan profesi dalam bidangnya.
Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan
kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dank ode etik guru, serta nilai-nilai agama dan
etika; dan
e. memelihara dan memupuk
persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, dosen berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social;
b. mendapatkan promosi dan
penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam
melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk
meningkatan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana
pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik,
mimbar akademik, dan otonomi keilmuan; dan
f. memiliki kebebasan dalam
memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan
g. memiliki kebebasan untuk
berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.
Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, dosen berkewajiban :
a. melaksanakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b. merencanakan, melaksanakan
proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c. meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetisi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. bertindak objektif dan tidak
deskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi
fisik tertentu, atau latar belakang sosial ekonomi peserta didik dalam
pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dank ode etik, serta nilai-nilai agama dan etika;
dan
f. memelihara dan memupuk
persatuan dan kesatuan bangsa.
Tanggung jawab pendidik sebagai
mana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah, mendidik individu supaya
beriman kepada Allah dan melaksanakan syariatNnya, mendidik diri supaya beramal
saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan
kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah
kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas
tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih
jauh dari itu. Pertanggung-jawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya
kepada Allah sebagai mana hadits Rasul.
Artinya :
“ Dari Ibnu Umar r.a berkata :
Rasulullah SAW bersabda : masing-masing kamu adalah pengembala dan
masing-masing bertanggung jawab atas pengembalanya : pemimpin adalah
pengembala, suami pengembala terhadap pengembala anggota keluarga, dan istri
adalah pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya.
Setiap orang di antara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung
jawab atas apa yang di-gembalanya”. (H R Bukhari dan Muslim)
Karena luasnya ruang lingkup
tanggung jawab pendidikan Islam, maka orang tua memiliki keterbatasan dalam
mendidik anak. Tanggung jawab tersebut diamanahkan kepada pendidik yang berada
di sekolah. [23]
Dari uraian di atas, hak dan
kewajiban/ tanggung jawab guru dan dosen sudah berimbang. Kewajiban yang
dibebankan kepada guru dan dosen diiringi dengan pemberian hak yang wajar
merupakan upaya yang baik dari pemerintah. Tetapi dalam pelaksanaannya hak-hak
yang dicantumkan dalam peraturan belum terealisasi sebagaimana mestinya.
F. KODE ETIK DAN PEMBINAAN KARIR
GURU DAN DOSEN
Kode etik dalam pasal 43 ayat 2
UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan berisi norma dan etika
yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Kongres XIII PGRI pada bulan
November 1973 telah ditetapkan AD dan ART, program umum, program kerja
organisasi, dan kode etik guru. Hal ini merupakan catatan sejarah bagi para
pendidik di Indonesia,
karena pada kesempatan itu dinyatakan perubahan eksistensi organisasi dari
serikat sekerja menjadi organisasi profesi.[24]
Kode etik merupakan sejumlah
nilai-nilai atau norma-norma sebagai suatu kesatuan yang menjadi pedoman sikap
dan tingkah laku para pejabat yang memangku keahlian tertentu dalam menjalankan
tugas/pekerjaannya sehari-hari.
Kode etik guru pada garis
besarnya mengatur hal-hal seperti: Pertama, mengatur hubungan guru dengan
murid; Kedua, mengatur hubungan guru dengan teman sekerjanya; Ketiga, mengatur
hubungan guru dengan oraang tua dan masyarakat; Keempat, mengatur hubungan guru
dengan jabatan atau profesinya, Kelima, mengatur hubungan guru dengan
pemerintah.[25]
Kode etik pendidik dalam
pendidikan Islam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Kanani yang dikuti oleh
Ramayulis adalah menyangkut persyaratan seorang pendidik terdiri atas tiga
macam, yaitu: Pertama, yang berkenaan dengan diri pendidik sendiri,
persyaratannya terdiri dari sebelas poin. Kedua, persyaratan yang berhubungan
dengan pelajaran (paedagogis – didaktis), hal ini terdiri dari dua belas poin.
Ketiga, sikap guru di tengah-tengah para muridnya, hal ini terdiri dari
sembilan poin.[26]
Tujuan penetapan kode etik guru
adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi guru; menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota profesi guru; meningkatkan pengabdian anggota
profesi guru dalam pembangunan bangsa dan Negara; meningkatkan kualitas guru;
meningkatkan kualitas organisasi profesi guru.[27]
Pembinaan dan pengembangan karier
guru dan dosen meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Hal ini akan
diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan. Semoga apa yang telah
direncanakan oleh pemerintah untuk pembinaan dan pengembangan karier dapat
direalisasikan dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku.
Analisa yang dapat diungkapkan
dalam kode etik dan pembinaan karier guru dan dosen adalah bahwa dengan adanya
kode etik dapat menjadi rambu-rambu atau pedoman guru dalam menjalankan tugas
keprofesionalannya. Kode etik tersebut disusun dan ditetapkan oleh organisasi
profesi guru. Pembinaan dan pengembangan karier guru dan dosen erat kaitannya
dengan pendanaan yang ada, maka dalam hal ini guru dan dosen belum dapat
memaksakan kehendak agar pemerintah segera untuk merealisasikannya. Padahal
pembinaan akan mempengaruhi keprofesionalan dalam menjalankan tugas mereka.
G. SANKSI-SANKSI JABATAN GURU DAN
DOSEN
PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Menurut ketentuan UU RI No. 14
Tahun 2005 dijelaskan sanksi terhadap guru dan dosen yang tidak menjalankan
tugas dan kewajibannya pada pasal 77 dan 78 secara bertahap berupa: teguran,
peringatan tertulis, penundaan pemberian hak gurudan dosen, penurunan pangkat,
pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian tidak dengan hormat.
Dalam pendidikan Islam, guru dan
dosen telah diberikan amanah oleh orang tua atau wali peserta didik. Oleh
karena itu, tugas dan tanggung jawab harus dilaksanakan dengan baik. Tanggung
jawab dalam Islam bernilai keagamaan, berarti kelalaian seseorang akan
dipertanggungjawabkan di hari akhir. Selain itu juga bernilai keduniawian,
berarti kelalaian seseorang dapat dituntut di pengadilan sesuai dengan aturan
yang berlaku.[28]
Sanksi yang terberat bagi guru
dan dosen adalah sanksi yang diberikan oleh masyarakat. Jabatan atau profesi
guru dan dosen sangat mulia di mata masyarakat sebagai pendidik dan pengajar.
Kedudukan tersebut dapat berubah menjadi hina ketika guru dan dosen melakukan
tindakan yang melanggar aturan agama atau etika yang berlaku dalam masyarakat.
H. PENUTUP
Dari uraian di atas, dapat
difahami bahwa keprofesionalan guru dan dosen tercermin dari hakikat sebagai
pendidik dan pengajar. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi yang telah
diatur melalui undang-undang harus diterima dengan lapang dada oleh guru dan
dosen dan dilaksanakan guna mencapai tujuan pendidikan. Kode etik guru
merupakan pedoman norma yang mengikat dalam menjalankan tugas keprofesionalan.
Sanksi yang diberikan kepada guru dan dosen juga telah diatur berdasarkan
undang-undang, namun dalam pendidikan Islam sanksi yang diberikan tidak hanya
berkaiatan dengan urusan duniawi saja, tetapi kesalahan tersebut harus dipertanggungjawabkan
di akhirat kelak.
Makalah ini belum mencapai
kesempurnaan, kesalahan dan kekurangan menjadikan keterbatasan pemakalah. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari peserta diskusi sangat
diharapkan untuk kesempurnaan isi makalah ini. Semoga apa yang dilakukan
tersebut mendapat ridha dari Allah.
No comments:
Post a Comment