BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekspor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran yang menyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Disamping itu, iptek dan teknologi dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Pengertian dan persepsi yang berbeda mengenai masalah lingkungan hidup seringmenimbulkan ketidak harmonisan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Akibatnya seringkali terjadi kekurang tepatan dalam menerapkan berbagai perangkat peraturan, yang justru menguntungkan perusak lingkungan dan merugikan masyarakat dan pemerintah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan membahas
permasalahan :
1) Bagaimana kontribusi industri dan teknologi yang menyebar terhadap
pencemaran lingkungan
2) Bagaimana klasifikasi pencemaran lingkungan, dan
3) Bagaimana menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan hidup
2) Bagaimana klasifikasi pencemaran lingkungan, dan
3) Bagaimana menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan hidup
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep-Konsep Untuk Memahami Masalah Lingkungan Dan Pencemaran
Oleh Industri
Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi.
Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dari definisi diatas tersirat bahwa makhluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain. Dan, manusia sebagai makhluk yang paling unggul di dalam ekosistemnya, memiliki daya dalam mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai sumber-sumber daya alam bagi kebutuhan hidupnya.
Di alam terdapat berbagai sumber daya alam. yang merupakan komponen
lingkungan yang sifatnya berbeda-beda, dimana dapat digolongkan atas :
- Sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resources)
- Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable natural
resources).
Berbagai sumber daya alam yang mempunyai sifat dan perilaku yang beragam tersebut saling berinteraksi dalam bentuk yang berbeda-beda pula. Sesuai dengan kepentingannya maka sumber daya alam dapat dibagi atas; (a). fisiokimia seperti air, udara, tanah, dan sebagainya, (b). biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan sebagainya, dan (c). sosial ekonomi seperti pendapatan, kesehatan, adat-istiadat, agama, dan lain- lain.Interaksi dari elemen lingkungan yaitu antara yang tergolong hayati dan non-hayati
akan menentukan kelangsungan siklus ekosistem, yang didalamnya didapati proses
pergerakan energi dan hara (material) dalam suatu sistem yang menandai adanya
habitat, proses adaptasi dan evolusi.
Dalam memanipulasi lingkungan hidupnya, maka manusia harus mampu mengenali sifat lingkungan hidup yang ditentukan oleh macam-macam faktor. Berkaitan dengan pernyataan ini, sifat lingkungan hidup dikategorikan atas dasar : (1). Jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut, (2). hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup tersebut, (3). kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup, dan (4). faktor-faktor non-materil, seperti cahaya dan kebisingan.
Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi danmempengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.
Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia. Misalnya, akibat polusi asap kendaraan atau cerobong industri, udara yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida).
Berkaitan dengan paparan ini, perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya. Konsep mutu lingkungan berbeda bagi tiap orang yang mengartikan dan mempersepsikannya secara sederhana menerjemahkan bahwa mutu lingkungan hidup diukur dari kerasannya manusia yang tinggal di lingkungan tersebut, yang diakibatkan oleh terjaminnya perolehan rejeki, iklim dan faktor alamiah lainnya yang sesuai.
Batasan ini terasa sempit, bila dikaitkan dengan pengaruh elemen lingkungan yang sifatnya tidak dikenali dan dirasakan, misalnya dampak radiasi baik yang disebabkan oleh sinar ultraviolet atau limbah nuklir, yang bersifat merugikan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup.
B. Industri Dan Pencemaran Lingkungan
Jika kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
Memang manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap “survival”. Hakekatnya manusia telah “survival” sejak awal peradaban hingga kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari permasalahan lingkungan, makakemajuan yang telah dicapai terutama berkat ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.
1. Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara, dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa manusia “survival” yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api, industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek “rumah kaca”.
Teknologi yang diandalkan sebagai instrumen utama dalam “revolusi hijau” mampumeningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu loncat.
Teknologi juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozon di stratosfer.
Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.
Bahkan akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang mengglobal dapat dikonsumsi oleh negara-negara miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai instrumen informasi yang tidak memiliki batas ruang. Dalam hal ini, jaringan Internet yang dapat diakses dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemajuan teknologi sibernitika ini meyakini para ekonom bahwa kemajuan yang telah dicapai oleh negara maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang, terutama oleh menyatunya negara maju dengan negara berkembang dalam blok perdagangan.
Kasus Indonesia memang negara “late corner” dalam proses industrialisasi di kawasan Pasifik, dan dibandingkan beberapa negara di kawasan ini kemampuan teknologinya juga masih terbelakang. Menurut PECC dalam laporannya berjudul “Pacific Science and Technology Profit, menyimpulkan bahwa Indonesia dari segi pengeluaran R&D (Research and Design) sebagai persentase PDB, tergolong masih sangat kurang.
Selanjutnya, dipaparkan bahwa Indonesia bersama dengan Filipina berada di peringkat terbawah, yaitu sekitar 0,12 persen saja untuk tahun 1987. Sedangkan Malaysia, Singapura dan Cina persentasenya mendekati 1 persen, di Korea mendekati 2 %, bahkan Amerika dan Jepang jauh diatas 2 persen.
Dari segi jumlah ilmuwan dan insiyur, Indonesia juga berada pada peringkat terbawah, yaitu hanya 4 orang per 10.000, dibandingkan dengan 15 orang di Korea, 18 orang di Taiwan, 23 orang di Singapura, 34 orang di Jepang dan 40 orang di Amerika. Berdasarkan data perbandingan tersebut, indikasi kebijaksanaan harus menitikberatkan perhatian yang lebih bagi upaya untuk mengkreasi penemuan-penemuan teknologi, melalui tahapan mempelajari proses akuisisi dan peningkatkan kemampuan teknologi
yang telah dikuasai.
Seperti pengalaman negara-negara lain yang telah melalui berbagai tahapan pembangunan sampai pada tahap industrialisasi, maka Indonesia juga mengandalkan teknologi dalam industrinya untuk memelihara momentum pembangunan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan diatas 5 % pertahunnya
Masuknya teknologi ke Indonesia sudah dimulai sejak diundangkannya UUPMA (UU No. 1 tahun 1967, yang diperbarui dengan PP.No. 20 tahun 1994). Dengan dukungan UU tentang Hak Paten (Property Right) dan UU Perlindungan Hak Cipta (Intellectual Right), maka banyak perusahaan multinasional dan asing yang menggunakan, memakai dan mengembangkan teknologi dalam menghasilkan berbagai produk industri. Dalam hal merebaknya teknologi industri masuk ke Indonesia, dapat melalui : (a) Science agreement, (b). technical assistance and cooperation, (c). turnkey project, (d). foreign direct investment, dan (e). purchase of capital goods. Atau dalam bentuk equity participation dalam rangka joint operation agreement, know - how agreement, kontrak-kontrak pembelian mesin-mesin, trade fair dan berbagai lokakarya.
Sebagai salah satu negara berkembang yang banyak membutuhkan dana bagi pembiayaan pembangunan, maka Indonesia seringkali “dicurigai” melakukan eksploitasi sumber alamnya secara besar-besaran, karena dukungan kemajuan teknologi dan besarnya tingkat kebutuhan industri-industri yang berkembang pesat secara kuantitif dan berskala besar.
Berdasarkan hasil studi empiris yang pernah dilakukan oleh Magrath pada tahun 1987, diperkirakan bahwa akibat erosi tanah yang terjadi di Jawa nilai kerugian yang ditimbulkannya telah mencapai 0,5 % dari GDP, dan lebih besar lagi jika diperhitungkan kerusakan lingkungan di Kalimantan akibat kebakaran hutan, polusi di Jawa, dan terkurasnya kandungan sumber daya tanah di Jawa.
Masalah prioritas model teknologi (iptek) apakah kompetitif (competitive) atau komparatif (comparative), teknokrat yang diwakili Widjojo Nitisastro cs dan Sumitro Djojohadikusumo, mengurutnya atas dasar teknik Delphi. Sedangkan B. J. Habibie (Dewan Riset Nasional) merangkainya dengan konsep matriks.
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor industri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, Bandung Lhoksumawe,Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut dapat dicatat keadaan lingkungan di beberapa
kota di Indonesia, yaitu :
- Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah industri.
- Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya.
- Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang telah rusak.
- Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan temperatur
tertinggi di beberapa kola seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius.
- Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO22, dan debu. SO
- Sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terasa semakin menipis, seperti
minyak bumi dan batubara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020.
- Luas hutan Indonesia semakin sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang
disengaja atau oleh bencana kebakaran.
- Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin memyempit
dan mengalami pencemaran.
2. Klasifikasi Pencemaran Lingkungan
Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu :
Sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya
adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan
merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola
pengelompokannya :
a) pengelompokan menurut bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran
biologis, kimiawi, fisik, dan budaya
b) pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran
udara, air, tanah, makanan, dan sosial
c) pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk
primer dan sekunder
Namun apapun klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya terletak pada esensi kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang merugikan masyarakat banyak dan lingkungan hidupnya.
3. Menyikapi Pencemaran Lingkungan
Konferensi PBB tentang lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972, telah menetapkan tanggal 5 Juni setiap tahunnya untuk diperingati sebagai Hari lingkungan Hidup Sedunia. Kesepakatan ini berlangsung didorong oleh kerisauan akibat tingkat kerusakan lingkungan yang sudah sangat memprihatinkan.
Di Indonesia perhatian tentang lingkungan hidup telah dilakukan sejak tahun 1960- an. Tonggak pertama sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup dipancangkan melalui seminar tentang Pengelolaan lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang diselenggarakan di Universitas Padjajaran pada tanggal 15 - 18 Mei 1972. Hasil yang dapat diperoleh dari pertemuan itu yaitu terkonsepnya pengertian umum permasalahan lingkungan hidup di Indonesia. Dalam hal ini, perhatian terhadap perubahan iklim, kejadian geologi yang bersifat mengancam kepunahan makhluk hidup dapat digunakan sebagai petunjuk munculnya permasalahan lingkungan hidup.
Pada saat itu, pencemaran oleh industri dan limbah rumah tangga belumlah dipermasalahkan secara khusus kecuali di kota-kota besar. Saat ini, masalah lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan gejala-gejala perubahan alam yang sifatnya evolusioner, tetapi juga menyangkut pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri dan keluarga yang menghasilkan berbagai rupa barang dan jasa sebagai pendorong kemajuan pembangunan di berbagai bidang.9
Pada Pelita V, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dilakukan dengan memperkuat sanksi dan memperluas jangkauan peraturan-peraturan tentang pencemaran lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres 77/1994 tentang Organisasi Bapedal sebagai acuan bagi pembentukan Bapeda/Wilayah di tingkat Propinsi, yang juga bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan untuk memperkuat Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui.
Berdasarkan Strategi Penanganan Limbah tahun 1993/1994, yang ditetapkan oleh pemerintah, maka proses pengolahan akhir buangan sudah harus dimulai pada tahap pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga pengolahan akhir limbah buangan (Lampiran Pidato Presiden RI, 1994 : II/27). Langkah yang ditempuh untuk mendukung kebijaksanaan ini, ditempuh dengan pembangunan Pusat Pengelolaan Limbah Industri Bahan Berbahaya dan Beracun (PPLI-B3), di Cileungsi Jawa Barat, yang pertama di Indonesia. Pendirian unit pengolahan limbah ini juga diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Disamping itu, untuk mengembangkan tanggung jawab bersama dalam menanggulangi masalah pencemaran sungai terutama dalam upaya peningkatan kualitas air, dilaksanakan Program Kali Bersih (PROKASIH), yang memprioritaskan penanganan lingkungan pada 33 sungai di 13 Propinsi. Upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup ini, ternyata juga menghasilkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha baru di berbagai kota dan sektor pembangunan.
Dari uraian tersebut diatas jelaslah bagi kita bahwa dalam menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan baik akibat teknologi, perubahan lingkungan, industri dan upaya-upaya yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi, diperlukan itikad yang luhur dalam tindakan dan perilaku setiap orang yang peduli akan kelestarian lingkungan hidupnya.
Walaupun telah ditetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982, PP No. 19 tahun 1994 dan Keppres No .7 tahun 1994 yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan, jika tidak ada kesamaan persepsi dan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan hidup maka berbagai upaya pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat tidak akan dapat dinikmati secara tenang dan aman, karena kekhawatiran akan bencana dari dampak negatif pencemaran lingkungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
yang
menjadi
kesimpulan
dari tulisan diatas,
sebagai
berikut :
Pembangunan yang mengandalkan teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia.
Pencemaran lingkungan akan menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia.
Adanya pengertian dan persepsi yang sama dalam memahami pentingnya lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup manusia akan dapat mengendalikan tindakan dan perilaku manusia untuk lebih mementingkan lingkungan hidup.
Kemauan untuk saling menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup merupakan itikad yang luhur dari dalam diri manusia dalam memandang hakekat dirinya sebagai warga dunia.
B. Saran
Limbah industri harus ditangani dengan baik dan serius oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya terdapat industri. Pemerintah harus mengawasi pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh. Pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau paling tidak meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang diperbolehkan. Di samping itu perlu dilakukan penelitian atau kajian.
DAFTAR PUSTAKA
Harian Kompas, 18 Pebruari 2003.
Harian Jawa Pos, 28 Desember 2001.
Riyadi, Slamet. 1984. Kesehatan Lingkungan. Surabaya : Karya Anda.
Tanjung, Shalahudin Djalal. 2002. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta. Pusat
Harian Jawa Pos, 28 Desember 2001.
Riyadi, Slamet. 1984. Kesehatan Lingkungan. Surabaya : Karya Anda.
Tanjung, Shalahudin Djalal. 2002. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta. Pusat
Studi Lingkungan Hidup. Universitas Gajah Mada.
www.google.co.id/dampak_limbah. Diakses Januari 2008
No comments:
Post a Comment