Pendidikan Matematika Realitik
MEMPERKENALKAN PMRI
“Mengajari anak-anak Indonesia saya anggap pekerjaan
tersuci dan terpenting”,
Tan Malaka, 1948.
Tan Malaka, 1948.
1. PMRI Dalam Perjalanan Waktu
1.1 Apa dan Mengapa PMRI
Banyak orang menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan
abstrak (keduanya benar), membosankan, malah menakutkan, hanya punya jawaban
tunggal untuk setiap permasalahan, dan hanya dapat dipahami oleh segelintir
orang (tidak seharusnya begitu). Ini adalah pandangan lama tentang matematika
yang menganggap matematika bersifat absolut, sudah ada di alam sejak semula dan
manusia hanya berusaha menemukannya kembali. Pandangan ini diperkuat lagi
karena matematika diajarkan sebagai produk jadi yang siap pakai (rumus,
algoritma) dan guru mengajarkannya secara mekanistis dan murid hanya pasif.
Pandangan modern tentang matematika adalah sebaliknya: matematika adalah
kegiatan manusia, dapat dipahami semua orang dan malah menyenangkan, berguna
dalam kehidupan sehari-hari (problem-solving, modeling), suatu permasalahan
mungkin mempunyai lebih dari satu jawaban, atau malah mungkin tidak punya
jawaban sama sekali. Pandangan ini tentunya mengubah filsafat pendidikan
matematika dan para dosen serta guru perlu memahaminya dan mempraktekannya
dalam pekerjaannya.
Begitupun, kualitas pendidikan matematika di sekolah dasar dan menengah di
tanah air masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan di negara lain di dunia.
Ini dapat dilihat, misalnya, dari hasil TIMSS 2004 maupun dari PISA/OECD 2004
yang menunjukkan prestasi murid Indonesia berada di peringkat bawah. Dalam
kondisi seperti ini tak dapat diharapkan tercapainya tujuan pendidikan seperti
tertera dalam beberapa dokumen UNESCO, misalnya the World Declaration for Education
for All (UNESCO, 1990) dan Learning: The Treasure Within) (UNESCO, 1996).
Pengajaran masih didominasi oleh cara mekanistik, satu arah, guru menyampaikan
bahan dan murid menerima secara pasif. Kurikulum padat. Akibatnya matematika
tidak menarik dan menjadi momok.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah suatu gerakan untuk
mereformasi pendidikan matematika di Indonesia mulai dari SD. Reformasi ini
sejalan dengan pandangan modern tentang pendidikan matematika, yaitu bahwa
matematika adalah kegiatan manusia, suatu kontruksi budaya manusia. PMRI
berasal dari Pendidikan Matematika Realistik (PMR) di negeri Belanda (Institut
Freudenthal) yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia,
jadi PMRI khas Indonesia
(dikembangkan lewat sekolah, berorientasi pada siswa).
Dalam PMRI matematika disajikan sebagai suatu proses, sebagai kegiatan
manusia, bukan sebagai produk jadi. Unsur menemukan kembali amat penting. Bahan
pelajaran disajikan melalui bahan ceritera yang sesuai lingkungan siswa
(kontekstual) , jadi realistis bagi siswa. Begitupun alat peraga sebaiknya juga
berasal dari lingkungan siswa, sering bahan bekas, jadi murah. Siswa dituntut
aktif dan guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator. Dalam menyelesaikan
soal ceritera, para murid diatur bekerja berkelompok (*)
Matematika modern adalah istilah dalam dunia pendidikan; dalam matematika
sendiri istilah itu tidak dikenal. sehingga diskusi terjadi antar mereka. Bahan
ajar disiapkan sedemikian rupa sehingga cara penyelesaiannya bermacam-macam (tidak
tunggal). Ini penting untuk mendorong terjadinya diskusi antara kelompok. Ini
bagian dari pelajaran demokrasi melalui matematika. Sejak dini para generasi
penerus kita diajari saling menghargai pendapat orang lain dan tidak bersikap
benar sendiri. Matematika disajikan secara ramah, sering sambil bermain
sehingga tidak menakutkan. Dalam PMRI para murid didorong mengembangkan
pemikiran yang kritis, mempertanyakan banyak hal dan tidak begitu saja menerima
suatu pendapat, murid diajak berpikir mandiri. Dalam matematika kebenaran suatu
pernyataan tidak diputuskan berdasarkan kekuasaan, tapi berdasarkan logika yang
menggunakan penalaran. Jadi prosesnya demokratis, dan matematika itu bersifat
demokratis.
PMRI terbentuk sebagai usaha sekelompok kecil (awal) pendidik matematika
yang perduli terhadap permasalahan dalam pendidikan matematika di tanah air
sejak dekade 1990-an (1). Mereka berasal dari berbagai perguruan tinggi, yaitu
ITB, UPI keduanya di Bandung, UNJ Jakarta, UNESA Surabya, UNY, dan USD keduanya
di Yogyakarta. Usaha ini dimotivasi dan difasilitasi oleh kegiatan Tim
Pengembangan Basic Sciences di LPTK (Tim BS LPTK) Dikti sejak 1989(2),
dilanjutkan oleh proyek PGSM (Pendidikan Guru Sekolah Menengah) Dikti (berakhir
Des. 2001), dan Kerjasama Matematika Indonesia-Belanda sejak awal 1990-an.
Sejak gerakan Matematika Modern(*) ditinggalkan di seluruh dunia kelompok kecil
tadi berusaha memonitor arah perkembangan pendidikan matematika di pra
universitas di dunia internasional, baik lewat literatur, kunjungan ke luar
negeri maupun konferensi internasional, khususnya yang diorganiser oleh ICMI
(international Commission on Mathematical Instruction). Salah satu konferensi
tersebut ialah ICMI – China Regional Conference on Mathematics Education yang
dilaksanakan di Sanghai Agustus 1994 dengan salah satu plenary lectures adalah
Dr. Jan de Lange dari Institut Freudenthal (IF), Universitas Utrecht di
Belanda, yang menyajikan makalah dengan judul: Mathematics Education Toward
2000. Inti dari makalah tersebut ialah pendidikan matematika realistik yang
dikembangkan dan sedang digunakan di Belanda. Konferensi ini dihadiri oleh dua
anggota tim kecil tadi, yaitu R.K. Sembiring dan Pontas Hutagalung. Setelah
melalui diskusi cukup panjang kelompok tadi kemudian memilih PMR (Pendidikan
Matematika Realistik) yang dikembangkan oleh IF.
Belanda adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang tidak mengikuti
gerakan matematika modern. Dasar dari PMR dipatok oleh Profesor Freudenthal,
seorang ahli matematika (topologi) terkemuka waktu itu, bersama koleganya di
Belanda dan kemudian dikembangkan oleh Institut Freudenthal di Universitas Utrecht. Menurut
Freudenthal matematika sebaiknya diajarkan dengan mengaitkannya dengan realitas
sejalan dengan pengalaman murid serta relefan terhadap masyarakat. Bahan
pelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga para siswa berpeluang
‘menemukan kembali’ (’guided re-invention’ ) matematika atau rumusnya. Ini
berarti bahwa dalam pendidikan matematika, pusat perhatian bukanlah pada
matematika sebagai suatu produk yang siap pakai melainkan pada kegiatan, pada
proses mematematisasi. Ini menuntut inisiatif dan kreatifitas dari siswa,
membuat siswa jadi pembelajar yang aktif. Gagasan ini kemudian dirumuskan
secara eksplisit dalam dua jenis matematisasi: ‘horisontal’ dan ‘vertikal’.
Dalam matematisasi horisontal, permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (real)
berusaha dirumuskan atau diterjemahkan ke dalam bahasa atau rumus matematika.
Sedangkan matematisasi vertikal berarti kita bekerja dalam sistem matematika
itu sendiri; jadi permasalahan sudah dirumuskan dalam bahasa atau rumus
matematika dan diselesaikan secara matematika. Sesungguhnya istilah realistik
itu sendiri sering menimbulkan salah paham. Pengertian realistik dalam
pendidikan matematika realistik bukan hanya karena bahan pelajaran terkait
dengan dunia real/nyata tetapi karena tekanannya pada permasalahan yang bagi
murid terasa real/nyata. Ini berarti bahwa permasalahan tidak perlu berasal
dari dunia nyata tapi juga mungkin dari dunia fantasi tapi dapat dibayangkan
oleh siswa. Di negeri sekecil Belanda dibutuhkan sekitar 40 tahun untuk
mengembangkan PMR dari awal sampai diterapkan di umumnya sekolah. PMR, juga
PMRI, bukan suatu produk yang telah selesai tapi masih banyak ruang untuk
berkembang sesuai dengan tuntutan budaya setempat dan jaman.
1.2 Persiapan ke Arah PMRI
Kontak informal kemudian dilakukan dengan IF. Kontak ini difasilitasi oleh
adanya kerjasama matematika antara Indonesia
dan Belanda sejak awal 1990-an. Rintisan awal ini berlanjut pada kesepakatan
pengiriman mahasiswa S3 dalam pendidikan matematika realistik dari Indonesia ke Belanda sesuai dengan permintaan Indonesia (riset di Indonesia
dengan pembimbing kedua dari Indonesia).
Dengan demikian dalam waktu tidak terlalu lama akan tersedia tenaga ahli Indonesia dalam
bidang PMR.
Pada akhir April dan awal Mei 1998 Prof. T. Plomp bersama Ibu Annie Keuper
Makkink dari Universitas Twente (UT) di Enschede dan Prof. Jan de Lange dari IF
Universitas Utrecht khusus datang ke ITB Bandung untuk menyeleksi calon
mahasiswa S3, lewat lokakarya (workshop) selama 2 minggu. Kesempatan ini juga
dipakai untuk berdiskusi tentang PMR dengan anggota kelompok tersebut
sebelumnya dan mensosialisasikanny a pada para penjabat di Diknas. Mereka
kemudian memilih 6 calon, dari sekitar 30 peserta workshop, untuk
diberangkatkan ke UT pada bulan Agustus 1998 atas dukungan dana proyek PGSM
Dikti. Menjadikan dosen senior LPTK sebagai pembimbing kedua bertujuan agar
mendorong mereka ikut belajar PMR. Dengan demikian tersedia dalam waktu singkat
tenaga inti Indonesia dalam
pendidikan PMR versi Indonesia.
Pada 19-25 Agustus 1999 semua dosen pembimbing dari Indonesia (5
orang) berkunjung ke Belanda untuk memantau perkembangan serta melakukan
evaluasi awal kemajuan ke 6 mahasiswa sambil meninjau pelaksanaan pembelajaran
matematika realistik di sekolah Belanda. Mereka adalah: Prof. ET Ruseffendi
dari UPI, Prof Soedjadi dari UNESA, Prof. Suryanto dari UNY, Dr. Yansen
Marpaung dari USD, dan Prof. RK Sembiring dari ITB sebagai ketua rombongan.
Kunjungan meliputi APS (Pusat Nasional Pengembangan Sekolah) dan IF, keduanya
di Utrecht,
Universitas Twente (UT) di Enschede dan beberapa sekolah dasar di Enschede.
Kunjungan ini juga bertujuan untuk melakukan diskusi intensif tentang kemungkinan
pelaksanaan PMR di Indonesia dan bagaimana konsultan Belanda dapat membantu.
Empat mahasiswa kemudian menyelesaikan studinya thn 2003 dengan penelitian di
Bandung (seorang), Yogya (dua orang) dan Surabaya (seorang); seorang
menyelesaikannya di Unesa dan satu lagi di Australia.
Sejak 1998 sosialisasi pendidikan matematika realistik digiatkan di kalangan
pejabat di Diknas, seperti Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,
Dikti, Balitbang, Departemen Agama, LPTK, dan sekolah. Sosialisasi ini
berbentuk kunjungan atau rapat khusus dengan para pejabat, seminar, maupun
lewat konferensi.
Pada bulan Juli 2000 Prof. Jan de Lange dari IF dan Boudewijn van Velzen
dari APS diundang ke Indonesia untuk mendiskusikan ujicoba PMR versi Indonesia
(kemudian disebut PMRI) dan memberi presentasi di Konferensi Nasional
Matematika ke 10 yang dilaksanakan di ITB. Prof. Jan de Lange khusus diundang
menjadi pembicara tamu untuk mensosialisasikan PMR di kalangan matematikawan di
Indonesia.
Salah seorang pendengarnya, khusus diundang, adalah Dr. Fasli Jalal, waktu itu
menjabat sebagai staf ahli Menteri Pendidikan Nasional, sekarang Dirjen Dikti.
Kedatangan Jan de Lange juga dimanfaatkan untuk sosialisasi PMR di kalangan
pejabat, seperti Dirjen Dikti (Prof. Satryo Sumantri), Dirjen Dikdasmen (Dr.
Indra Djati Sidi, Balitbang (Dr. Siskandar), dan Dept. Agama (Dr.Husni Rachim).
Annie Keuper Makkink yang datang berkali-kali ke Indonesia juga sangat aktif dalam
sosialisasi PMR.
Pada rapat tgl 18 -12-2000 di Bogor dihadiri oleh Direktur PPTK dan KPT
Ditjen Dikti, pimpinan PGSM, wakil Kandepak, dan tenaga senior kelompok
pendidik dari lima perguruan tinggi disepakati untuk melakukan ujicoba PMR di
12 sekolah dasar mulai tahun ajar berikutnya. Empat LPTK, yaitu UPI, UNY, USD, dan
UNESA, akan memilih 3 sekolah dengan kategori baik, sedang, dan kurang.
Departemen Agama akan memilih 4 MIN sesuai dengan lokas LPTK yang terlibat.
Tiap LPTK kemudian akan membuat rencana kegiatan dan usulan bahan ajar untuk
disepakati kemudian. Juga disepakati agar dibentuk Steering Committee dengan
anggota Dirjen Dikdasmen, Dirjen Dikti, Dirjen Agama, Balitbang, dir Pembinaan
Akademik Dikti dan PPTK dan KPT Dikti (waktu itu belum ada direktorat jenderal
PMPTK). Gagasan pembentukan Steering Committee ini baru diwujudkan thn 2006
(lihat Lampiran 4). Juga disepakati untuk mencari bantuan konsultan dari
Belanda.
Pada bulan Januari 2001 (???), Dir Jen Dikti, Prof. Dr. Satryo Sumantri B.
berkunjung ke Belanda dan bertemu dengan beberapa pakar RME dari APS dan IF.
Kunjungan ini meyakinkan beliau atas keunggulan RME dan mendorong usaha yang
sedang mulai dirintis dengan dukungan dana lewat proyek PGSM. Tgl 25 April 2001
beliau kemudian mengundang empat rektor LPTK (UPI, USD, UNY, dan UNESA) ke Jakarta untuk membahas
rencana ujicoba RME di beberapa SD dan tim
(PMRI) kemudian dibentuk berdasarkan SK. tgl ..2001 (Lampiran 1) berintikan
tenaga senior dari Jurusan Pendidikan Matematika dari keempat LPTK.
Departemen Agama (Dr. Husni Rachim, DirJen Pendidikan Islam waktu itu) minta
agar beberapa sekolah MIN juga diikut sertakan dalam usaha ini. Persiapan ke
arah ujicoba mulai dikerjakan secara intensif dengan bantuan konsultan dari IF
dan APS mengingat Indonesia
belum memiliki tenagan akhli. Kedutaan besar Belanda di Jakarta banyak membantu
dengan membiayai kedatangan konsultan dari Belanda selama persiapan tersebut.
Tim kemudian menyepakati suatu rencana ujicoba terbatas di kls 1,2 dan 3 di
12 SD, 4 diantaranya MIN; tiap LPTK bekerjasama dengan 3 SD, termasuk satu dari
MIN. Tiap LPTK mencari 3 sekolah yang bersedia ikut (bukan ditunjuk dari atas).
Pemilihan sekolah dilakukan secara beragam dalam kemampuan (jadi ada yang agak
baik, sedang, dan kurang). Khusus untuk MIN, pemilihan dilakukan oleh Depag.
Daftar ke 12 sekolah tertera dalam Lampiran 2.
1.3 Tahap Ujicoba
1.3.1 Tahap Ujicoba Awal
Pada 5 – 10 Juli 2001 untuk pertama kalinya diadakan lokakarya persiapan
ujicoba dengan peserta 80 orang sebagian besar guru kls 1, 2, dan 3 dari ke 12
sekolah dan dosen yang akan terlibat ikut ujicoba. Lokakarya diadakan di P3G
Yogyakarta dan dihadiri oleh semua anggota tim, pimpinan UNY & USD, wakil
dari Depag, Dinas Pendidikan Yogyakarta, dan kepala SD yang terlibat dari Yogyakarta. Selanjutnya, 18 – 20 Agustus 2001 diadakan
Workshop pertama PMRI di Bandung, dihadiri oleh semua anggota tim serta para
dosen yang akan terlibat dengan ujicoba dan 2 orang peninjau dari Belanda, Kees
Hoogland dari APS dan Frans Moorlands dari FI (keduanya kemudian menjadi
konsultan Tim PMRI) . Kedua calon konsultan tersebut datang atas biaya
kantornya sendiri. Dalam workshop ini disiapkan bahan yang akan diujicobakan di
sekolah. Pada workshop tersebut disepakati penggunaan nama Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk gerakan ini dan kemudian bersama
calon konsultan Belanda ‘diproklamasikan’ di gunung Tangkubanprahu tgl 20
Agustus 2001. Ujicoba terbatas (tidak meliputi seluruh bahan ajar setahun) akan
diadakan selama perioda September sampai November 2001 lalu kemudian diadakan
evaluasi. Tgl 14-15 Nov. 2001 diadakan evaluasi di Yogyakarta
dan keempat LPTK yang terlibat melaporkan pengalaman masing-masing. Umumnya
mereka mengemukakan permasalahan yang dihadapi para guru yang masih kesulitan
meninggalkan kebiasaan mengajar yang tradisional “berhotabah” (guru menggurui,
satu arah), kesulitan mengelola kelas, khususnya dalam kerja kelompok. Di kelas
1 masih banyak murid yang belum bisa membaca dan menulis serta belum mampu
mengutarakan pendapatnya dengan baik. Akibatnya guru masih harus banyak
menjelaskan. Persoalannya menjadi berapa banyak guru harus menjelaskan.
Begitupun guru hawatir tentang prestasi belajar muridnya, apakah tujuan
pembelajaran tercapai, bagaimana dengan prestasi belajar murid yang diukur
dengan ujian pilihan ganda? Hal yang menggembirakan ialah bahwa pada umumnya
terlihat bahwa para murid tidak lagi menganggap matematika menakutkan, malahan
menyenangkan, suasana tidak tegang muncul di kelas, para guru merasa bukan alat
mati karena kreativitas dan inisiatif mereka tertantang dan merasa lebih
berguna dari sebelumnya. Rasa percaya diri guru tumbuh, siswa bisa bekerjasama
dan saling membantu.
Evaluasi ini dihadiri oleh Boudewijn van Velzen dari APS. Beliau banyak
memberi komentar dan masukan untuk perbaikan ujicoba. Setelah diskusi intensif akhirnya
disepakati melakukan modifikasi atas ujicoba: ujicoba dilakukan penuh setahun
secara bertahap mulai kelas 1, tahun berikutnya di kelas 2, dst. Juga
disepakati menuliskan bahan ajar khusus PMRI dan pembagian tugas sbb: kleas 1
semester I ditulis oleh tim UNESA dan dilanjutkan semester II oleh tim USD,
kelas 2 semester I oleh tim UNY dan dilanjutkan semester II oleh tim UPI.
Pembagian tugas seperti ini berlanjut sampai kelas 6.
1.3.2 Tahap Ujicoba Penuh
Ujicoba PMRI secara penuh mulai kelas 1 dimulai sejak tahun ajaran 2002/03 di
ke 12 sekolah dengan bekerjasama dengan ke 4 LPTK. Kegiatan ini sepenuhnya
didukung oleh Dikti dan sebagian oleh Dept. Agama (untuk 4 MIN). Tim PMRI
dibentuk secara resmi oleh Dikti (lihat Lampiran 3). Seluruh rencana kegiatan,
seperti strategi pengembangan bottom-up pemilihan sekolah dan LPTK sepenuhnya
atas inisiatif Tim PMRI. Bahan ajar mulai kelas 1 s/d 6 ditulis secara bertahap
dan bergilir antara keempat LPTK.
1.3.3 Kerjasama dengan Belanda
Tim konsultan Belanda (Jan de Lange, Boudewijn van Velzen, Kees Hoogland, Frans
Moorlands, dan Annie Keuper) sudah terlibat dalam perencanaan dan pelatihan
sejak awal. Jadi, secara tak resmi, kerjasama dengan Belanda sudah terjalin
sejak 1994, lebih intensif sejak 1998. Kerjasama ini dimungkinkan oleh adanya
Kerjasama Matematika Indonesia Belanda dan Tim BS LPTK dilanjutkan dengan
Proyek PGSM Dikti. Bantuan dari pemerintah Belanda baru diperoleh lewat proyek
PBSI (dana kerjasama bilateral dari Belanda untuk Indonesia) mulai 2003 dan berakhir
2005. Ini adalah permulaan kerjasama resmi antara Indonesia dan Belanda dalam PMRI.
Proyek PBSI ini memungkinkan tersedianya dana untuk konsultan Belanda membantu
tim PMRI dan juga dana untuk menerbitkan Buletin PMRI yang terbit 4 kali
setahun, edisi I Juni 2003 dengan foto ‘Proklamasi’ PMRI di gunung
Tangkubanprahu; Buletin ini kemudian berubah nama dan bentuk menjadi Majalah
PMRI.
Kegiatan utama dalam kerjasama ini ialah melakukan workshop dua kali setahun
dengan peserta para guru dari 12 sekolah ujicoba bersama para dosen dari ke 4
LPTK, termasuk pendampingan guru di sekolah oleh para dosen. Juga mulai
dikembangkan basis data sekolah dan situs web PMRI www.pmri.or. id . Juga
kegiatan sosialisasi dan diseminasi PMRI ke sekolah dan LPTK lain mulai digiatkan.
Pada workshop ke 6, 25 – 27 Feb 2004, dengan tuan rumah UNESA Surabaya,
dibuka oleh rektor UNESA dengan kata sambutan dari wali kota Surabaya, Drs.
Bambang Dwi Hartono, M.Pd., diikuti oleh lebih 80 peserta diadakan semacam
evaluasi kegiatan dengan meminta peserta menuliskan kesan dan pesan mereka pada
PMRI yang kemudian dijilid dengan judul Kesan dan Pesan dari Lokakarya PMRI di
Surabaya.
Komentar yang diperoleh sangat menggembirakan dan mendorong Tim PMRI lebih
yakin lagi tentang arah kegiatan yang sedang ditempuh. Para
guru kelihatan sudah mulai merasakan keunggulan PMRI dari yang mereka kerjakan
sebelumnya. Hal inipun mereka dapat lihat dari gairah siswa belajar matematika
dibandingkan dengan metoda monolog sebelumnya. Bila pada permulaan adanya workshop
guru dan dosen belum berinteraksi, maka pada workshop ini sudah terlihat mereka
dapat berdiskusi dan bekerjasama sebagai mitra kerja.
Kegiatan Tim PMRI ini telah dievaluasi tiga kali, oleh APS Belanda (counter
part tim PMRI), oleh tim UPI Bandung,
dan satu lagi oleh suatu tim independen yang ditunjuk oleh pemerintah Belanda.
Ketiga tim evaluasi memberikan hasil yang sangat positif terhadap kegiatan uji
coba PMRI. Berikut adalah terjemahan dari kutipan laporan evaluasi tim
independen yang diketuai oleh seorang Belgia:
. Ternyata proyek ini lebih dari sekedar memperkenalkan metoda baru
mengajarkan matematika. Kendati secara resmi tertera dalam dokumen awal proyek,
diskusi dengan pimpinan Tim PMRI menunjukkan bahwa bagi mereka penerapan
“matematika realistik” adalah bagian dari usaha yang lebih luas dalam mengubah
budaya pendidikan pada taraf pendidikan dasar. Sesungguhnyalah penerapan metoda
ini akan mempengaruhi perangai murid dan guru di kelas serta cara mereka
berhubungan. Tanpa melebih-lebihkan dapat dikemukakan bahwa proyek ini
mendorong hubungan yang demokratis di Indonesia, jadi juga pada
transformasi sosial.
.Hibah PBSI kemudian berlanjut dengan hibah dari pemerintah Belanda yang
lebih besar melalui proyek NPT/NUFFIC, Do-PMRI (Dissemination of PMRI) 2006 –
2009. Tahap kedua kerjsama ini menitik beratkan pada diseminasi PMRI ke LPTK
lain dengan basis 4 LPTK awal (jadi perlu diperkuat dulu), sehingga pada akhir
proyek paling sedikit dicapai seluruhnya 14 LPTK, termasuk 3 UIN/IAIN. Perlu
diketahui bahwa bantuan lewat NPT/NUFFIC ini hanya untuk perguruan tinggi. Jadi
kegiatan ujicoba di 12 sekolah sampai kelas 6 tidak termasuk proyek Do-PMRI,
jadi merupakan beban finansial dari Dikti, tetapi tetap merupakan bagian dari
kegiatan utama Tim PMRI. Dengan demikian Tim PMRI menangani dua kegiatan secara
serentak, meneruskan ujicoba dan diseminasi ke LPTK lain dan juga ke sekolah
lain. Pada awal 2006 sudah terlibat 9 LPTK dalam kegiatan PMRI: UPI, USD, UNY,
UNESA, UNIMED Medan, UNP Padang, UNSRI Palembang, UNJ Jakarta, dan UNLAM
Banjarmasin. Diseminasi dilakukan menggunakan sistem bottom-up, artinya suatu
LPTK atau sekolah ikut karena mau ikut, bukan karena ditunjuk. Prinsip ini
dipegang kuat dari awal, karena tidak diinginkan setelah proyek berakhir
kegiatan mati.
Akhir 2008 kegiatan PMRI sudah mencapai 14 LPTK, termasuk Universitas Syiah
Kuala (UNSYIAH) Banda Aceh, Universitas Negeri Semarang (UNES), Universitas
Negeri Malang (UM), UIN Malang, dan Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA)
Singaraja. Sekitar 350 dosen pendidikan matematika dan 3000 guru SD dari 250
sekolah telah mengikuti workshop PMRI.
Pertengahan Juli 2008 telah dimulai workshop PMRI untuk guru SMP di
Yogyakarta yang diikuti oleh 18 peserta dari 18 SMP dari beberapa daerah. Bahan
ajar PMRI untuk SMP juga sudah mulai disiapkan dan bahan ini akan dikembangkan
bersama para guru di sekolah. Ini merupakan kelanjutan dari kegiatan Tim PMRI
di SD dan sepenuhnya merupakan beban finansial dari Dikti.
Ada beberapa
kegiatan yang tidak diprogramkan dari awal proyek Do-PMRI tapi kemudian
dianggap amat penting demi kelancaran kelanjutan PMRI. Kegiatan tertsebut
adalah:
1. Penulisan Bahan Ajar PMRI
Tim PMRI sejak awal telah berusaha menyediakan bahan ajar PMRI dari kls 1 s/d
6, dan telah dibagikan pada ke 12 SD percobaan untuk digunakan. Bahan ajar ini
kemudian dianggap kurang baik dan karena itu perlu segera diperbaiki. Dengan
bantuan konsultan Belanda kemudian diadakan pelatihan seminggu, Oktober 2007,
khusus bagi para dosen untuk menulis bahan ajar.
Dari mereka ini selanjutnya dipilih empat orang sebagai penulis bahan ajar
untuk kls 1. Keempat mereka kemudian berkunjung ke Utrecht,
Belanda selama seminggu, Februari 2008, untuk meninjau sekolah di sana sambil bertemu dengan beberapa penulis bahan ajar
berpengalaman di sana.
Bahan ajar ini sekarang, waktu tulisan ini dibuat, sedang diuji coba di banyak
sekolah dan kemudian diperbaiki lagi menggunakan masukan dari sekolah. Kegiatan
ini kemudian dilanjutkan dengan pelatihan penulis buku baru untuk kls 2 selama
seminggu Nov. 2008. Pengalama sebelumnya menunjukkan bahwa sebaiknya para guru
dilibatkan dalam penulisan bahan ajar. Karena itu dalam pelatihan yang kedua
ini para guru dipasangkan dengan dosen. Ternyata setelah dievaluasi oleh para
penatar, dua di antaranya konsultan Belanda, empat orang guru terpilih
mendampingi penulis yang lama untuk menulis bahan ajar kls 2. Kegiatan ini akan
diteruskan lagi tahun depan.
2. Workshop Design Research
Bekerjasama dengan SD AlHikmah Surabaya telah diadakan workshop design research
selama seminggu Oktober 2008 diikuti sekitar 30 guru dan dosen berpasangan
dengan konsultan Maarten Dolk dan Ellen Zonneveld dibantu oleh Wanty Widjaya
dan A. Fauzan. Workshop ini bertujuan untuk langsung mempraktekkan design
research di sekolah guna meningkatkan mutu pembelajaran.
3. Program Master International Pendidikan Matematika Realistik
Kerjasama dalam Program Master International dalam Pendidikan Matematika
Realistik antara UNESA Surabaya dan UNSRI Palembang dengan Universitas Utrecht
di Belanda telah disepakati oleh ketiga pihak dan mendapat dukungan dana dari
Dikti dan StuNed Belanda. Tgl 30 Okt 2008 yl. telah ditandatangani MoU tiga
universitas, UNESA, UNSRI, dan Universitas Utrecht (UU) di kantor Dikti
disaksikan oleh Dirjen Dikti Dr. Fasli Jalal dan pimpinan Neso Mr. Marick
Bellen. Penandatanganan dilakukan oleh rektor UNESA dan UNSRI, sedangkan UU
telah menandatanganinya sebelumnya di Belanda didepan Prof. Mukhlas Samani,
Dir. Ketenagaan Dikti dan ketua Tim PMRI, R.K. Sembiring; pada kesempatan ini
UU diwakili oleh Dr. Maarten Dolk, yang juga merangkap sebagai konsultan PMRI.
Juga dalam kesempatan tersebut telah ditandatangani MoU kerjasama Dikti dan
Neso yang akan bersama-sama memikul biaya program; Dikti membiayai beasiswa
selama studi di Indonesia
dan Neso membiayai selama studi setahun di Utrecht.
1.4 PMRI di Dunia Internasional
PMRI sudah mulai diperkenalkan di dunia internasional pertama sekali melalui
konferensi ICSEI 06 (International Congress for School Effectiveness and
Improvement) Januari 2006 di Florida,
USA. PMRI
diwakili oleh R.K. Sembiring. Kemudian di ICSEI 07 Januari 2007 di Slovenia ,
PMRI diwakili oleh Zulkardi; ICSEI 2008, Januari 2008 di Aukland, New Zealand;
ICSEI 09, Januari 2009 di Vancouver, Canada, pada ketiganya PMRI diwakili oleh
R.K.Sembiring. Dua anggota Tim PMRI, Sutarto Hadi dari UNLAM dan Wanty Wijaya
dari USD menghadiri PME30 (Third Conference of International Group on
Psychology of Mathematics Education) di Praha, Cekoslowakia, Juli 2006. Begitu
pula Sutarto Hadi memberi presentasi di ISDE (International Society for Design
and Development in Education) di Oxford,
Inggris Sept. 2006. Sementara itu, melalui kegiatan internasional di dalam
negeri, PMRI sudah sering diperkenalkan, misalnya melalui ICAM05 (International
Conference on Applied Mathematics) Agustus 2005 di ITB, Mini Symposia PMRI di
ICMNS (International Conference on Mathematics and Natural Science) 2006 di ITB
banyak anggota Tim PMRI berperan aktif dalam kegiatannya. Pada EARCOME 04 (4th
East Asia Regional Conference on Mathematics Education) bulan Juni 2007 di Penang, Malaysia
ketua PMRI khusus diundang memberi general lecture mengenai PMRI. Sutarto Hadi
juga ikut memberi makalh penelitiannya dalam konferensi itu. Kedua makalah
kemudian diminta panitia konferensi untuk digabungkan dan setelah berbagai
perbaikan kemudian diterbitkan dalam jurnal pendidikan matematika internasional
ZDM: The International Journal on Mathematics Education, edisi ke 6, 2008.
PMRI juga merencanakan menyajikan makalah dalam ICSEI 2010 di Kuala Lumpur
Januari 2010.
No comments:
Post a Comment