Comments

3-comments

FOLLOW ME

LATEST

3-latest-65px

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Ads block

Banner 728x90px

Section Background

Section Background

Your Name


Your Message*

SEARCH

Pendidikan Matematika Realitik

Pendidikan Matematika Realitik

MEMPERKENALKAN PMRI
“Mengajari anak-anak Indonesia saya anggap pekerjaan tersuci dan terpenting”,
Tan Malaka, 1948.
1. PMRI Dalam Perjalanan Waktu
1.1 Apa dan Mengapa PMRI
Banyak orang menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan abstrak (keduanya benar), membosankan, malah menakutkan, hanya punya jawaban tunggal untuk setiap permasalahan, dan hanya dapat dipahami oleh segelintir orang (tidak seharusnya begitu). Ini adalah pandangan lama tentang matematika yang menganggap matematika bersifat absolut, sudah ada di alam sejak semula dan manusia hanya berusaha menemukannya kembali. Pandangan ini diperkuat lagi karena matematika diajarkan sebagai produk jadi yang siap pakai (rumus, algoritma) dan guru mengajarkannya secara mekanistis dan murid hanya pasif.
Pandangan modern tentang matematika adalah sebaliknya: matematika adalah kegiatan manusia, dapat dipahami semua orang dan malah menyenangkan, berguna dalam kehidupan sehari-hari (problem-solving, modeling), suatu permasalahan mungkin mempunyai lebih dari satu jawaban, atau malah mungkin tidak punya jawaban sama sekali. Pandangan ini tentunya mengubah filsafat pendidikan matematika dan para dosen serta guru perlu memahaminya dan mempraktekannya dalam pekerjaannya.
Begitupun, kualitas pendidikan matematika di sekolah dasar dan menengah di tanah air masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan di negara lain di dunia. Ini dapat dilihat, misalnya, dari hasil TIMSS 2004 maupun dari PISA/OECD 2004 yang menunjukkan prestasi murid Indonesia berada di peringkat bawah. Dalam kondisi seperti ini tak dapat diharapkan tercapainya tujuan pendidikan seperti tertera dalam beberapa dokumen UNESCO, misalnya the World Declaration for Education for All (UNESCO, 1990) dan Learning: The Treasure Within) (UNESCO, 1996). Pengajaran masih didominasi oleh cara mekanistik, satu arah, guru menyampaikan bahan dan murid menerima secara pasif. Kurikulum padat. Akibatnya matematika tidak menarik dan menjadi momok.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah suatu gerakan untuk mereformasi pendidikan matematika di Indonesia mulai dari SD. Reformasi ini sejalan dengan pandangan modern tentang pendidikan matematika, yaitu bahwa matematika adalah kegiatan manusia, suatu kontruksi budaya manusia. PMRI berasal dari Pendidikan Matematika Realistik (PMR) di negeri Belanda (Institut Freudenthal) yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia, jadi PMRI khas Indonesia (dikembangkan lewat sekolah, berorientasi pada siswa).
Dalam PMRI matematika disajikan sebagai suatu proses, sebagai kegiatan manusia, bukan sebagai produk jadi. Unsur menemukan kembali amat penting. Bahan pelajaran disajikan melalui bahan ceritera yang sesuai lingkungan siswa (kontekstual) , jadi realistis bagi siswa. Begitupun alat peraga sebaiknya juga berasal dari lingkungan siswa, sering bahan bekas, jadi murah. Siswa dituntut aktif dan guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator. Dalam menyelesaikan soal ceritera, para murid diatur bekerja berkelompok (*)
Matematika modern adalah istilah dalam dunia pendidikan; dalam matematika sendiri istilah itu tidak dikenal. sehingga diskusi terjadi antar mereka. Bahan ajar disiapkan sedemikian rupa sehingga cara penyelesaiannya bermacam-macam (tidak tunggal). Ini penting untuk mendorong terjadinya diskusi antara kelompok. Ini bagian dari pelajaran demokrasi melalui matematika. Sejak dini para generasi penerus kita diajari saling menghargai pendapat orang lain dan tidak bersikap benar sendiri. Matematika disajikan secara ramah, sering sambil bermain sehingga tidak menakutkan. Dalam PMRI para murid didorong mengembangkan pemikiran yang kritis, mempertanyakan banyak hal dan tidak begitu saja menerima suatu pendapat, murid diajak berpikir mandiri. Dalam matematika kebenaran suatu pernyataan tidak diputuskan berdasarkan kekuasaan, tapi berdasarkan logika yang menggunakan penalaran. Jadi prosesnya demokratis, dan matematika itu bersifat demokratis.
PMRI terbentuk sebagai usaha sekelompok kecil (awal) pendidik matematika yang perduli terhadap permasalahan dalam pendidikan matematika di tanah air sejak dekade 1990-an (1). Mereka berasal dari berbagai perguruan tinggi, yaitu ITB, UPI keduanya di Bandung, UNJ Jakarta, UNESA Surabya, UNY, dan USD keduanya di Yogyakarta. Usaha ini dimotivasi dan difasilitasi oleh kegiatan Tim Pengembangan Basic Sciences di LPTK (Tim BS LPTK) Dikti sejak 1989(2), dilanjutkan oleh proyek PGSM (Pendidikan Guru Sekolah Menengah) Dikti (berakhir Des. 2001), dan Kerjasama Matematika Indonesia-Belanda sejak awal 1990-an. Sejak gerakan Matematika Modern(*) ditinggalkan di seluruh dunia kelompok kecil tadi berusaha memonitor arah perkembangan pendidikan matematika di pra universitas di dunia internasional, baik lewat literatur, kunjungan ke luar negeri maupun konferensi internasional, khususnya yang diorganiser oleh ICMI (international Commission on Mathematical Instruction). Salah satu konferensi tersebut ialah ICMI – China Regional Conference on Mathematics Education yang dilaksanakan di Sanghai Agustus 1994 dengan salah satu plenary lectures adalah Dr. Jan de Lange dari Institut Freudenthal (IF), Universitas Utrecht di Belanda, yang menyajikan makalah dengan judul: Mathematics Education Toward 2000. Inti dari makalah tersebut ialah pendidikan matematika realistik yang dikembangkan dan sedang digunakan di Belanda. Konferensi ini dihadiri oleh dua anggota tim kecil tadi, yaitu R.K. Sembiring dan Pontas Hutagalung. Setelah melalui diskusi cukup panjang kelompok tadi kemudian memilih PMR (Pendidikan Matematika Realistik) yang dikembangkan oleh IF.
Belanda adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang tidak mengikuti gerakan matematika modern. Dasar dari PMR dipatok oleh Profesor Freudenthal, seorang ahli matematika (topologi) terkemuka waktu itu, bersama koleganya di Belanda dan kemudian dikembangkan oleh Institut Freudenthal di Universitas Utrecht. Menurut Freudenthal matematika sebaiknya diajarkan dengan mengaitkannya dengan realitas sejalan dengan pengalaman murid serta relefan terhadap masyarakat. Bahan pelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga para siswa berpeluang ‘menemukan kembali’ (’guided re-invention’ ) matematika atau rumusnya. Ini berarti bahwa dalam pendidikan matematika, pusat perhatian bukanlah pada matematika sebagai suatu produk yang siap pakai melainkan pada kegiatan, pada proses mematematisasi. Ini menuntut inisiatif dan kreatifitas dari siswa, membuat siswa jadi pembelajar yang aktif. Gagasan ini kemudian dirumuskan secara eksplisit dalam dua jenis matematisasi: ‘horisontal’ dan ‘vertikal’. Dalam matematisasi horisontal, permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (real) berusaha dirumuskan atau diterjemahkan ke dalam bahasa atau rumus matematika. Sedangkan matematisasi vertikal berarti kita bekerja dalam sistem matematika itu sendiri; jadi permasalahan sudah dirumuskan dalam bahasa atau rumus matematika dan diselesaikan secara matematika. Sesungguhnya istilah realistik itu sendiri sering menimbulkan salah paham. Pengertian realistik dalam pendidikan matematika realistik bukan hanya karena bahan pelajaran terkait dengan dunia real/nyata tetapi karena tekanannya pada permasalahan yang bagi murid terasa real/nyata. Ini berarti bahwa permasalahan tidak perlu berasal dari dunia nyata tapi juga mungkin dari dunia fantasi tapi dapat dibayangkan oleh siswa. Di negeri sekecil Belanda dibutuhkan sekitar 40 tahun untuk mengembangkan PMR dari awal sampai diterapkan di umumnya sekolah. PMR, juga PMRI, bukan suatu produk yang telah selesai tapi masih banyak ruang untuk berkembang sesuai dengan tuntutan budaya setempat dan jaman.
1.2 Persiapan ke Arah PMRI
Kontak informal kemudian dilakukan dengan IF. Kontak ini difasilitasi oleh adanya kerjasama matematika antara Indonesia dan Belanda sejak awal 1990-an. Rintisan awal ini berlanjut pada kesepakatan pengiriman mahasiswa S3 dalam pendidikan matematika realistik dari Indonesia ke Belanda sesuai dengan permintaan Indonesia (riset di Indonesia dengan pembimbing kedua dari Indonesia). Dengan demikian dalam waktu tidak terlalu lama akan tersedia tenaga ahli Indonesia dalam bidang PMR.
Pada akhir April dan awal Mei 1998 Prof. T. Plomp bersama Ibu Annie Keuper Makkink dari Universitas Twente (UT) di Enschede dan Prof. Jan de Lange dari IF Universitas Utrecht khusus datang ke ITB Bandung untuk menyeleksi calon mahasiswa S3, lewat lokakarya (workshop) selama 2 minggu. Kesempatan ini juga dipakai untuk berdiskusi tentang PMR dengan anggota kelompok tersebut sebelumnya dan mensosialisasikanny a pada para penjabat di Diknas. Mereka kemudian memilih 6 calon, dari sekitar 30 peserta workshop, untuk diberangkatkan ke UT pada bulan Agustus 1998 atas dukungan dana proyek PGSM Dikti. Menjadikan dosen senior LPTK sebagai pembimbing kedua bertujuan agar mendorong mereka ikut belajar PMR. Dengan demikian tersedia dalam waktu singkat tenaga inti Indonesia dalam pendidikan PMR versi Indonesia.
Pada 19-25 Agustus 1999 semua dosen pembimbing dari Indonesia (5 orang) berkunjung ke Belanda untuk memantau perkembangan serta melakukan evaluasi awal kemajuan ke 6 mahasiswa sambil meninjau pelaksanaan pembelajaran matematika realistik di sekolah Belanda. Mereka adalah: Prof. ET Ruseffendi dari UPI, Prof Soedjadi dari UNESA, Prof. Suryanto dari UNY, Dr. Yansen Marpaung dari USD, dan Prof. RK Sembiring dari ITB sebagai ketua rombongan. Kunjungan meliputi APS (Pusat Nasional Pengembangan Sekolah) dan IF, keduanya di Utrecht, Universitas Twente (UT) di Enschede dan beberapa sekolah dasar di Enschede. Kunjungan ini juga bertujuan untuk melakukan diskusi intensif tentang kemungkinan pelaksanaan PMR di Indonesia dan bagaimana konsultan Belanda dapat membantu. Empat mahasiswa kemudian menyelesaikan studinya thn 2003 dengan penelitian di Bandung (seorang), Yogya (dua orang) dan Surabaya (seorang); seorang menyelesaikannya di Unesa dan satu lagi di Australia.
Sejak 1998 sosialisasi pendidikan matematika realistik digiatkan di kalangan pejabat di Diknas, seperti Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Dikti, Balitbang, Departemen Agama, LPTK, dan sekolah. Sosialisasi ini berbentuk kunjungan atau rapat khusus dengan para pejabat, seminar, maupun lewat konferensi.
Pada bulan Juli 2000 Prof. Jan de Lange dari IF dan Boudewijn van Velzen dari APS diundang ke Indonesia untuk mendiskusikan ujicoba PMR versi Indonesia (kemudian disebut PMRI) dan memberi presentasi di Konferensi Nasional Matematika ke 10 yang dilaksanakan di ITB. Prof. Jan de Lange khusus diundang menjadi pembicara tamu untuk mensosialisasikan PMR di kalangan matematikawan di Indonesia. Salah seorang pendengarnya, khusus diundang, adalah Dr. Fasli Jalal, waktu itu menjabat sebagai staf ahli Menteri Pendidikan Nasional, sekarang Dirjen Dikti. Kedatangan Jan de Lange juga dimanfaatkan untuk sosialisasi PMR di kalangan pejabat, seperti Dirjen Dikti (Prof. Satryo Sumantri), Dirjen Dikdasmen (Dr. Indra Djati Sidi, Balitbang (Dr. Siskandar), dan Dept. Agama (Dr.Husni Rachim). Annie Keuper Makkink yang datang berkali-kali ke Indonesia juga sangat aktif dalam sosialisasi PMR.
Pada rapat tgl 18 -12-2000 di Bogor dihadiri oleh Direktur PPTK dan KPT Ditjen Dikti, pimpinan PGSM, wakil Kandepak, dan tenaga senior kelompok pendidik dari lima perguruan tinggi disepakati untuk melakukan ujicoba PMR di 12 sekolah dasar mulai tahun ajar berikutnya. Empat LPTK, yaitu UPI, UNY, USD, dan UNESA, akan memilih 3 sekolah dengan kategori baik, sedang, dan kurang. Departemen Agama akan memilih 4 MIN sesuai dengan lokas LPTK yang terlibat. Tiap LPTK kemudian akan membuat rencana kegiatan dan usulan bahan ajar untuk disepakati kemudian. Juga disepakati agar dibentuk Steering Committee dengan anggota Dirjen Dikdasmen, Dirjen Dikti, Dirjen Agama, Balitbang, dir Pembinaan Akademik Dikti dan PPTK dan KPT Dikti (waktu itu belum ada direktorat jenderal PMPTK). Gagasan pembentukan Steering Committee ini baru diwujudkan thn 2006 (lihat Lampiran 4). Juga disepakati untuk mencari bantuan konsultan dari Belanda.
Pada bulan Januari 2001 (???), Dir Jen Dikti, Prof. Dr. Satryo Sumantri B. berkunjung ke Belanda dan bertemu dengan beberapa pakar RME dari APS dan IF. Kunjungan ini meyakinkan beliau atas keunggulan RME dan mendorong usaha yang sedang mulai dirintis dengan dukungan dana lewat proyek PGSM. Tgl 25 April 2001 beliau kemudian mengundang empat rektor LPTK (UPI, USD, UNY, dan UNESA) ke Jakarta untuk membahas rencana ujicoba RME di beberapa SD dan tim
(PMRI) kemudian dibentuk berdasarkan SK. tgl ..2001 (Lampiran 1) berintikan tenaga senior dari Jurusan Pendidikan Matematika dari keempat LPTK.
Departemen Agama (Dr. Husni Rachim, DirJen Pendidikan Islam waktu itu) minta agar beberapa sekolah MIN juga diikut sertakan dalam usaha ini. Persiapan ke arah ujicoba mulai dikerjakan secara intensif dengan bantuan konsultan dari IF dan APS mengingat Indonesia belum memiliki tenagan akhli. Kedutaan besar Belanda di Jakarta banyak membantu dengan membiayai kedatangan konsultan dari Belanda selama persiapan tersebut.
Tim kemudian menyepakati suatu rencana ujicoba terbatas di kls 1,2 dan 3 di 12 SD, 4 diantaranya MIN; tiap LPTK bekerjasama dengan 3 SD, termasuk satu dari MIN. Tiap LPTK mencari 3 sekolah yang bersedia ikut (bukan ditunjuk dari atas). Pemilihan sekolah dilakukan secara beragam dalam kemampuan (jadi ada yang agak baik, sedang, dan kurang). Khusus untuk MIN, pemilihan dilakukan oleh Depag. Daftar ke 12 sekolah tertera dalam Lampiran 2.
1.3 Tahap Ujicoba
1.3.1 Tahap Ujicoba Awal
Pada 5 – 10 Juli 2001 untuk pertama kalinya diadakan lokakarya persiapan ujicoba dengan peserta 80 orang sebagian besar guru kls 1, 2, dan 3 dari ke 12 sekolah dan dosen yang akan terlibat ikut ujicoba. Lokakarya diadakan di P3G Yogyakarta dan dihadiri oleh semua anggota tim, pimpinan UNY & USD, wakil dari Depag, Dinas Pendidikan Yogyakarta, dan kepala SD yang terlibat dari Yogyakarta. Selanjutnya, 18 – 20 Agustus 2001 diadakan Workshop pertama PMRI di Bandung, dihadiri oleh semua anggota tim serta para dosen yang akan terlibat dengan ujicoba dan 2 orang peninjau dari Belanda, Kees Hoogland dari APS dan Frans Moorlands dari FI (keduanya kemudian menjadi konsultan Tim PMRI) . Kedua calon konsultan tersebut datang atas biaya kantornya sendiri. Dalam workshop ini disiapkan bahan yang akan diujicobakan di sekolah. Pada workshop tersebut disepakati penggunaan nama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk gerakan ini dan kemudian bersama calon konsultan Belanda ‘diproklamasikan’ di gunung Tangkubanprahu tgl 20 Agustus 2001. Ujicoba terbatas (tidak meliputi seluruh bahan ajar setahun) akan diadakan selama perioda September sampai November 2001 lalu kemudian diadakan evaluasi. Tgl 14-15 Nov. 2001 diadakan evaluasi di Yogyakarta dan keempat LPTK yang terlibat melaporkan pengalaman masing-masing. Umumnya mereka mengemukakan permasalahan yang dihadapi para guru yang masih kesulitan meninggalkan kebiasaan mengajar yang tradisional “berhotabah” (guru menggurui, satu arah), kesulitan mengelola kelas, khususnya dalam kerja kelompok. Di kelas 1 masih banyak murid yang belum bisa membaca dan menulis serta belum mampu mengutarakan pendapatnya dengan baik. Akibatnya guru masih harus banyak menjelaskan. Persoalannya menjadi berapa banyak guru harus menjelaskan. Begitupun guru hawatir tentang prestasi belajar muridnya, apakah tujuan pembelajaran tercapai, bagaimana dengan prestasi belajar murid yang diukur dengan ujian pilihan ganda? Hal yang menggembirakan ialah bahwa pada umumnya terlihat bahwa para murid tidak lagi menganggap matematika menakutkan, malahan menyenangkan, suasana tidak tegang muncul di kelas, para guru merasa bukan alat mati karena kreativitas dan inisiatif mereka tertantang dan merasa lebih berguna dari sebelumnya. Rasa percaya diri guru tumbuh, siswa bisa bekerjasama dan saling membantu.
Evaluasi ini dihadiri oleh Boudewijn van Velzen dari APS. Beliau banyak memberi komentar dan masukan untuk perbaikan ujicoba. Setelah diskusi intensif akhirnya disepakati melakukan modifikasi atas ujicoba: ujicoba dilakukan penuh setahun secara bertahap mulai kelas 1, tahun berikutnya di kelas 2, dst. Juga disepakati menuliskan bahan ajar khusus PMRI dan pembagian tugas sbb: kleas 1 semester I ditulis oleh tim UNESA dan dilanjutkan semester II oleh tim USD, kelas 2 semester I oleh tim UNY dan dilanjutkan semester II oleh tim UPI. Pembagian tugas seperti ini berlanjut sampai kelas 6.
1.3.2 Tahap Ujicoba Penuh
Ujicoba PMRI secara penuh mulai kelas 1 dimulai sejak tahun ajaran 2002/03 di ke 12 sekolah dengan bekerjasama dengan ke 4 LPTK. Kegiatan ini sepenuhnya didukung oleh Dikti dan sebagian oleh Dept. Agama (untuk 4 MIN). Tim PMRI dibentuk secara resmi oleh Dikti (lihat Lampiran 3). Seluruh rencana kegiatan, seperti strategi pengembangan bottom-up pemilihan sekolah dan LPTK sepenuhnya atas inisiatif Tim PMRI. Bahan ajar mulai kelas 1 s/d 6 ditulis secara bertahap dan bergilir antara keempat LPTK.
1.3.3 Kerjasama dengan Belanda
Tim konsultan Belanda (Jan de Lange, Boudewijn van Velzen, Kees Hoogland, Frans Moorlands, dan Annie Keuper) sudah terlibat dalam perencanaan dan pelatihan sejak awal. Jadi, secara tak resmi, kerjasama dengan Belanda sudah terjalin sejak 1994, lebih intensif sejak 1998. Kerjasama ini dimungkinkan oleh adanya Kerjasama Matematika Indonesia Belanda dan Tim BS LPTK dilanjutkan dengan Proyek PGSM Dikti. Bantuan dari pemerintah Belanda baru diperoleh lewat proyek PBSI (dana kerjasama bilateral dari Belanda untuk Indonesia) mulai 2003 dan berakhir 2005. Ini adalah permulaan kerjasama resmi antara Indonesia dan Belanda dalam PMRI. Proyek PBSI ini memungkinkan tersedianya dana untuk konsultan Belanda membantu tim PMRI dan juga dana untuk menerbitkan Buletin PMRI yang terbit 4 kali setahun, edisi I Juni 2003 dengan foto ‘Proklamasi’ PMRI di gunung Tangkubanprahu; Buletin ini kemudian berubah nama dan bentuk menjadi Majalah PMRI.
Kegiatan utama dalam kerjasama ini ialah melakukan workshop dua kali setahun dengan peserta para guru dari 12 sekolah ujicoba bersama para dosen dari ke 4 LPTK, termasuk pendampingan guru di sekolah oleh para dosen. Juga mulai dikembangkan basis data sekolah dan situs web PMRI www.pmri.or. id . Juga kegiatan sosialisasi dan diseminasi PMRI ke sekolah dan LPTK lain mulai digiatkan.
Pada workshop ke 6, 25 – 27 Feb 2004, dengan tuan rumah UNESA Surabaya, dibuka oleh rektor UNESA dengan kata sambutan dari wali kota Surabaya, Drs. Bambang Dwi Hartono, M.Pd., diikuti oleh lebih 80 peserta diadakan semacam evaluasi kegiatan dengan meminta peserta menuliskan kesan dan pesan mereka pada PMRI yang kemudian dijilid dengan judul Kesan dan Pesan dari Lokakarya PMRI di Surabaya.
Komentar yang diperoleh sangat menggembirakan dan mendorong Tim PMRI lebih yakin lagi tentang arah kegiatan yang sedang ditempuh. Para guru kelihatan sudah mulai merasakan keunggulan PMRI dari yang mereka kerjakan sebelumnya. Hal inipun mereka dapat lihat dari gairah siswa belajar matematika dibandingkan dengan metoda monolog sebelumnya. Bila pada permulaan adanya workshop guru dan dosen belum berinteraksi, maka pada workshop ini sudah terlihat mereka dapat berdiskusi dan bekerjasama sebagai mitra kerja.
Kegiatan Tim PMRI ini telah dievaluasi tiga kali, oleh APS Belanda (counter part tim PMRI), oleh tim UPI Bandung, dan satu lagi oleh suatu tim independen yang ditunjuk oleh pemerintah Belanda. Ketiga tim evaluasi memberikan hasil yang sangat positif terhadap kegiatan uji coba PMRI. Berikut adalah terjemahan dari kutipan laporan evaluasi tim independen yang diketuai oleh seorang Belgia:
. Ternyata proyek ini lebih dari sekedar memperkenalkan metoda baru mengajarkan matematika. Kendati secara resmi tertera dalam dokumen awal proyek, diskusi dengan pimpinan Tim PMRI menunjukkan bahwa bagi mereka penerapan “matematika realistik” adalah bagian dari usaha yang lebih luas dalam mengubah budaya pendidikan pada taraf pendidikan dasar. Sesungguhnyalah penerapan metoda ini akan mempengaruhi perangai murid dan guru di kelas serta cara mereka berhubungan. Tanpa melebih-lebihkan dapat dikemukakan bahwa proyek ini mendorong hubungan yang demokratis di Indonesia, jadi juga pada transformasi sosial.
.Hibah PBSI kemudian berlanjut dengan hibah dari pemerintah Belanda yang lebih besar melalui proyek NPT/NUFFIC, Do-PMRI (Dissemination of PMRI) 2006 – 2009. Tahap kedua kerjsama ini menitik beratkan pada diseminasi PMRI ke LPTK lain dengan basis 4 LPTK awal (jadi perlu diperkuat dulu), sehingga pada akhir proyek paling sedikit dicapai seluruhnya 14 LPTK, termasuk 3 UIN/IAIN. Perlu diketahui bahwa bantuan lewat NPT/NUFFIC ini hanya untuk perguruan tinggi. Jadi kegiatan ujicoba di 12 sekolah sampai kelas 6 tidak termasuk proyek Do-PMRI, jadi merupakan beban finansial dari Dikti, tetapi tetap merupakan bagian dari kegiatan utama Tim PMRI. Dengan demikian Tim PMRI menangani dua kegiatan secara serentak, meneruskan ujicoba dan diseminasi ke LPTK lain dan juga ke sekolah lain. Pada awal 2006 sudah terlibat 9 LPTK dalam kegiatan PMRI: UPI, USD, UNY, UNESA, UNIMED Medan, UNP Padang, UNSRI Palembang, UNJ Jakarta, dan UNLAM Banjarmasin. Diseminasi dilakukan menggunakan sistem bottom-up, artinya suatu LPTK atau sekolah ikut karena mau ikut, bukan karena ditunjuk. Prinsip ini dipegang kuat dari awal, karena tidak diinginkan setelah proyek berakhir kegiatan mati.
Akhir 2008 kegiatan PMRI sudah mencapai 14 LPTK, termasuk Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH) Banda Aceh, Universitas Negeri Semarang (UNES), Universitas Negeri Malang (UM), UIN Malang, dan Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) Singaraja. Sekitar 350 dosen pendidikan matematika dan 3000 guru SD dari 250 sekolah telah mengikuti workshop PMRI.
Pertengahan Juli 2008 telah dimulai workshop PMRI untuk guru SMP di Yogyakarta yang diikuti oleh 18 peserta dari 18 SMP dari beberapa daerah. Bahan ajar PMRI untuk SMP juga sudah mulai disiapkan dan bahan ini akan dikembangkan bersama para guru di sekolah. Ini merupakan kelanjutan dari kegiatan Tim PMRI di SD dan sepenuhnya merupakan beban finansial dari Dikti.
Ada beberapa kegiatan yang tidak diprogramkan dari awal proyek Do-PMRI tapi kemudian dianggap amat penting demi kelancaran kelanjutan PMRI. Kegiatan tertsebut adalah:
1. Penulisan Bahan Ajar PMRI
Tim PMRI sejak awal telah berusaha menyediakan bahan ajar PMRI dari kls 1 s/d 6, dan telah dibagikan pada ke 12 SD percobaan untuk digunakan. Bahan ajar ini kemudian dianggap kurang baik dan karena itu perlu segera diperbaiki. Dengan bantuan konsultan Belanda kemudian diadakan pelatihan seminggu, Oktober 2007, khusus bagi para dosen untuk menulis bahan ajar.
Dari mereka ini selanjutnya dipilih empat orang sebagai penulis bahan ajar untuk kls 1. Keempat mereka kemudian berkunjung ke Utrecht, Belanda selama seminggu, Februari 2008, untuk meninjau sekolah di sana sambil bertemu dengan beberapa penulis bahan ajar berpengalaman di sana. Bahan ajar ini sekarang, waktu tulisan ini dibuat, sedang diuji coba di banyak sekolah dan kemudian diperbaiki lagi menggunakan masukan dari sekolah. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan pelatihan penulis buku baru untuk kls 2 selama seminggu Nov. 2008. Pengalama sebelumnya menunjukkan bahwa sebaiknya para guru dilibatkan dalam penulisan bahan ajar. Karena itu dalam pelatihan yang kedua ini para guru dipasangkan dengan dosen. Ternyata setelah dievaluasi oleh para penatar, dua di antaranya konsultan Belanda, empat orang guru terpilih mendampingi penulis yang lama untuk menulis bahan ajar kls 2. Kegiatan ini akan diteruskan lagi tahun depan.
2. Workshop Design Research
Bekerjasama dengan SD AlHikmah Surabaya telah diadakan workshop design research selama seminggu Oktober 2008 diikuti sekitar 30 guru dan dosen berpasangan dengan konsultan Maarten Dolk dan Ellen Zonneveld dibantu oleh Wanty Widjaya dan A. Fauzan. Workshop ini bertujuan untuk langsung mempraktekkan design research di sekolah guna meningkatkan mutu pembelajaran.
3. Program Master International Pendidikan Matematika Realistik
Kerjasama dalam Program Master International dalam Pendidikan Matematika Realistik antara UNESA Surabaya dan UNSRI Palembang dengan Universitas Utrecht di Belanda telah disepakati oleh ketiga pihak dan mendapat dukungan dana dari Dikti dan StuNed Belanda. Tgl 30 Okt 2008 yl. telah ditandatangani MoU tiga universitas, UNESA, UNSRI, dan Universitas Utrecht (UU) di kantor Dikti disaksikan oleh Dirjen Dikti Dr. Fasli Jalal dan pimpinan Neso Mr. Marick Bellen. Penandatanganan dilakukan oleh rektor UNESA dan UNSRI, sedangkan UU telah menandatanganinya sebelumnya di Belanda didepan Prof. Mukhlas Samani, Dir. Ketenagaan Dikti dan ketua Tim PMRI, R.K. Sembiring; pada kesempatan ini UU diwakili oleh Dr. Maarten Dolk, yang juga merangkap sebagai konsultan PMRI. Juga dalam kesempatan tersebut telah ditandatangani MoU kerjasama Dikti dan Neso yang akan bersama-sama memikul biaya program; Dikti membiayai beasiswa selama studi di Indonesia dan Neso membiayai selama studi setahun di Utrecht.
1.4 PMRI di Dunia Internasional
PMRI sudah mulai diperkenalkan di dunia internasional pertama sekali melalui konferensi ICSEI 06 (International Congress for School Effectiveness and Improvement) Januari 2006 di Florida, USA. PMRI diwakili oleh R.K. Sembiring. Kemudian di ICSEI 07 Januari 2007 di Slovenia , PMRI diwakili oleh Zulkardi; ICSEI 2008, Januari 2008 di Aukland, New Zealand; ICSEI 09, Januari 2009 di Vancouver, Canada, pada ketiganya PMRI diwakili oleh R.K.Sembiring. Dua anggota Tim PMRI, Sutarto Hadi dari UNLAM dan Wanty Wijaya dari USD menghadiri PME30 (Third Conference of International Group on Psychology of Mathematics Education) di Praha, Cekoslowakia, Juli 2006. Begitu pula Sutarto Hadi memberi presentasi di ISDE (International Society for Design and Development in Education) di Oxford, Inggris Sept. 2006. Sementara itu, melalui kegiatan internasional di dalam negeri, PMRI sudah sering diperkenalkan, misalnya melalui ICAM05 (International Conference on Applied Mathematics) Agustus 2005 di ITB, Mini Symposia PMRI di ICMNS (International Conference on Mathematics and Natural Science) 2006 di ITB banyak anggota Tim PMRI berperan aktif dalam kegiatannya. Pada EARCOME 04 (4th East Asia Regional Conference on Mathematics Education) bulan Juni 2007 di Penang, Malaysia ketua PMRI khusus diundang memberi general lecture mengenai PMRI. Sutarto Hadi juga ikut memberi makalh penelitiannya dalam konferensi itu. Kedua makalah kemudian diminta panitia konferensi untuk digabungkan dan setelah berbagai perbaikan kemudian diterbitkan dalam jurnal pendidikan matematika internasional ZDM: The International Journal on Mathematics Education, edisi ke 6, 2008.
PMRI juga merencanakan menyajikan makalah dalam ICSEI 2010 di Kuala Lumpur Januari 2010.

No comments:

Post a Comment

Archive

Sections

Blog Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic
TUTORIAL BLOG

Buka Semua | Tutup Semua

Header Background

Header Background
Header Background Image. Ideal width 1600px with.

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Section Background

Section Background
Background image. Ideal width 1600px with.

Section Background

Section Background
Background image. Ideal width 1600px with.

Courses

6-latest-350px-course

About Me

Followers

Popular

Silahkan anda cari artikel disini

Pages

Hello! We’re Fenix Creative Photo Studio

Silahkan anda cari makalah disini
3-tag:Courses-65px

Popular Posts

Pendidikan Matematika Realitik

Pendidikan Matematika Realitik

MEMPERKENALKAN PMRI
“Mengajari anak-anak Indonesia saya anggap pekerjaan tersuci dan terpenting”,
Tan Malaka, 1948.
1. PMRI Dalam Perjalanan Waktu
1.1 Apa dan Mengapa PMRI
Banyak orang menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan abstrak (keduanya benar), membosankan, malah menakutkan, hanya punya jawaban tunggal untuk setiap permasalahan, dan hanya dapat dipahami oleh segelintir orang (tidak seharusnya begitu). Ini adalah pandangan lama tentang matematika yang menganggap matematika bersifat absolut, sudah ada di alam sejak semula dan manusia hanya berusaha menemukannya kembali. Pandangan ini diperkuat lagi karena matematika diajarkan sebagai produk jadi yang siap pakai (rumus, algoritma) dan guru mengajarkannya secara mekanistis dan murid hanya pasif.
Pandangan modern tentang matematika adalah sebaliknya: matematika adalah kegiatan manusia, dapat dipahami semua orang dan malah menyenangkan, berguna dalam kehidupan sehari-hari (problem-solving, modeling), suatu permasalahan mungkin mempunyai lebih dari satu jawaban, atau malah mungkin tidak punya jawaban sama sekali. Pandangan ini tentunya mengubah filsafat pendidikan matematika dan para dosen serta guru perlu memahaminya dan mempraktekannya dalam pekerjaannya.
Begitupun, kualitas pendidikan matematika di sekolah dasar dan menengah di tanah air masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan di negara lain di dunia. Ini dapat dilihat, misalnya, dari hasil TIMSS 2004 maupun dari PISA/OECD 2004 yang menunjukkan prestasi murid Indonesia berada di peringkat bawah. Dalam kondisi seperti ini tak dapat diharapkan tercapainya tujuan pendidikan seperti tertera dalam beberapa dokumen UNESCO, misalnya the World Declaration for Education for All (UNESCO, 1990) dan Learning: The Treasure Within) (UNESCO, 1996). Pengajaran masih didominasi oleh cara mekanistik, satu arah, guru menyampaikan bahan dan murid menerima secara pasif. Kurikulum padat. Akibatnya matematika tidak menarik dan menjadi momok.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah suatu gerakan untuk mereformasi pendidikan matematika di Indonesia mulai dari SD. Reformasi ini sejalan dengan pandangan modern tentang pendidikan matematika, yaitu bahwa matematika adalah kegiatan manusia, suatu kontruksi budaya manusia. PMRI berasal dari Pendidikan Matematika Realistik (PMR) di negeri Belanda (Institut Freudenthal) yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia, jadi PMRI khas Indonesia (dikembangkan lewat sekolah, berorientasi pada siswa).
Dalam PMRI matematika disajikan sebagai suatu proses, sebagai kegiatan manusia, bukan sebagai produk jadi. Unsur menemukan kembali amat penting. Bahan pelajaran disajikan melalui bahan ceritera yang sesuai lingkungan siswa (kontekstual) , jadi realistis bagi siswa. Begitupun alat peraga sebaiknya juga berasal dari lingkungan siswa, sering bahan bekas, jadi murah. Siswa dituntut aktif dan guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator. Dalam menyelesaikan soal ceritera, para murid diatur bekerja berkelompok (*)
Matematika modern adalah istilah dalam dunia pendidikan; dalam matematika sendiri istilah itu tidak dikenal. sehingga diskusi terjadi antar mereka. Bahan ajar disiapkan sedemikian rupa sehingga cara penyelesaiannya bermacam-macam (tidak tunggal). Ini penting untuk mendorong terjadinya diskusi antara kelompok. Ini bagian dari pelajaran demokrasi melalui matematika. Sejak dini para generasi penerus kita diajari saling menghargai pendapat orang lain dan tidak bersikap benar sendiri. Matematika disajikan secara ramah, sering sambil bermain sehingga tidak menakutkan. Dalam PMRI para murid didorong mengembangkan pemikiran yang kritis, mempertanyakan banyak hal dan tidak begitu saja menerima suatu pendapat, murid diajak berpikir mandiri. Dalam matematika kebenaran suatu pernyataan tidak diputuskan berdasarkan kekuasaan, tapi berdasarkan logika yang menggunakan penalaran. Jadi prosesnya demokratis, dan matematika itu bersifat demokratis.
PMRI terbentuk sebagai usaha sekelompok kecil (awal) pendidik matematika yang perduli terhadap permasalahan dalam pendidikan matematika di tanah air sejak dekade 1990-an (1). Mereka berasal dari berbagai perguruan tinggi, yaitu ITB, UPI keduanya di Bandung, UNJ Jakarta, UNESA Surabya, UNY, dan USD keduanya di Yogyakarta. Usaha ini dimotivasi dan difasilitasi oleh kegiatan Tim Pengembangan Basic Sciences di LPTK (Tim BS LPTK) Dikti sejak 1989(2), dilanjutkan oleh proyek PGSM (Pendidikan Guru Sekolah Menengah) Dikti (berakhir Des. 2001), dan Kerjasama Matematika Indonesia-Belanda sejak awal 1990-an. Sejak gerakan Matematika Modern(*) ditinggalkan di seluruh dunia kelompok kecil tadi berusaha memonitor arah perkembangan pendidikan matematika di pra universitas di dunia internasional, baik lewat literatur, kunjungan ke luar negeri maupun konferensi internasional, khususnya yang diorganiser oleh ICMI (international Commission on Mathematical Instruction). Salah satu konferensi tersebut ialah ICMI – China Regional Conference on Mathematics Education yang dilaksanakan di Sanghai Agustus 1994 dengan salah satu plenary lectures adalah Dr. Jan de Lange dari Institut Freudenthal (IF), Universitas Utrecht di Belanda, yang menyajikan makalah dengan judul: Mathematics Education Toward 2000. Inti dari makalah tersebut ialah pendidikan matematika realistik yang dikembangkan dan sedang digunakan di Belanda. Konferensi ini dihadiri oleh dua anggota tim kecil tadi, yaitu R.K. Sembiring dan Pontas Hutagalung. Setelah melalui diskusi cukup panjang kelompok tadi kemudian memilih PMR (Pendidikan Matematika Realistik) yang dikembangkan oleh IF.
Belanda adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang tidak mengikuti gerakan matematika modern. Dasar dari PMR dipatok oleh Profesor Freudenthal, seorang ahli matematika (topologi) terkemuka waktu itu, bersama koleganya di Belanda dan kemudian dikembangkan oleh Institut Freudenthal di Universitas Utrecht. Menurut Freudenthal matematika sebaiknya diajarkan dengan mengaitkannya dengan realitas sejalan dengan pengalaman murid serta relefan terhadap masyarakat. Bahan pelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga para siswa berpeluang ‘menemukan kembali’ (’guided re-invention’ ) matematika atau rumusnya. Ini berarti bahwa dalam pendidikan matematika, pusat perhatian bukanlah pada matematika sebagai suatu produk yang siap pakai melainkan pada kegiatan, pada proses mematematisasi. Ini menuntut inisiatif dan kreatifitas dari siswa, membuat siswa jadi pembelajar yang aktif. Gagasan ini kemudian dirumuskan secara eksplisit dalam dua jenis matematisasi: ‘horisontal’ dan ‘vertikal’. Dalam matematisasi horisontal, permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (real) berusaha dirumuskan atau diterjemahkan ke dalam bahasa atau rumus matematika. Sedangkan matematisasi vertikal berarti kita bekerja dalam sistem matematika itu sendiri; jadi permasalahan sudah dirumuskan dalam bahasa atau rumus matematika dan diselesaikan secara matematika. Sesungguhnya istilah realistik itu sendiri sering menimbulkan salah paham. Pengertian realistik dalam pendidikan matematika realistik bukan hanya karena bahan pelajaran terkait dengan dunia real/nyata tetapi karena tekanannya pada permasalahan yang bagi murid terasa real/nyata. Ini berarti bahwa permasalahan tidak perlu berasal dari dunia nyata tapi juga mungkin dari dunia fantasi tapi dapat dibayangkan oleh siswa. Di negeri sekecil Belanda dibutuhkan sekitar 40 tahun untuk mengembangkan PMR dari awal sampai diterapkan di umumnya sekolah. PMR, juga PMRI, bukan suatu produk yang telah selesai tapi masih banyak ruang untuk berkembang sesuai dengan tuntutan budaya setempat dan jaman.
1.2 Persiapan ke Arah PMRI
Kontak informal kemudian dilakukan dengan IF. Kontak ini difasilitasi oleh adanya kerjasama matematika antara Indonesia dan Belanda sejak awal 1990-an. Rintisan awal ini berlanjut pada kesepakatan pengiriman mahasiswa S3 dalam pendidikan matematika realistik dari Indonesia ke Belanda sesuai dengan permintaan Indonesia (riset di Indonesia dengan pembimbing kedua dari Indonesia). Dengan demikian dalam waktu tidak terlalu lama akan tersedia tenaga ahli Indonesia dalam bidang PMR.
Pada akhir April dan awal Mei 1998 Prof. T. Plomp bersama Ibu Annie Keuper Makkink dari Universitas Twente (UT) di Enschede dan Prof. Jan de Lange dari IF Universitas Utrecht khusus datang ke ITB Bandung untuk menyeleksi calon mahasiswa S3, lewat lokakarya (workshop) selama 2 minggu. Kesempatan ini juga dipakai untuk berdiskusi tentang PMR dengan anggota kelompok tersebut sebelumnya dan mensosialisasikanny a pada para penjabat di Diknas. Mereka kemudian memilih 6 calon, dari sekitar 30 peserta workshop, untuk diberangkatkan ke UT pada bulan Agustus 1998 atas dukungan dana proyek PGSM Dikti. Menjadikan dosen senior LPTK sebagai pembimbing kedua bertujuan agar mendorong mereka ikut belajar PMR. Dengan demikian tersedia dalam waktu singkat tenaga inti Indonesia dalam pendidikan PMR versi Indonesia.
Pada 19-25 Agustus 1999 semua dosen pembimbing dari Indonesia (5 orang) berkunjung ke Belanda untuk memantau perkembangan serta melakukan evaluasi awal kemajuan ke 6 mahasiswa sambil meninjau pelaksanaan pembelajaran matematika realistik di sekolah Belanda. Mereka adalah: Prof. ET Ruseffendi dari UPI, Prof Soedjadi dari UNESA, Prof. Suryanto dari UNY, Dr. Yansen Marpaung dari USD, dan Prof. RK Sembiring dari ITB sebagai ketua rombongan. Kunjungan meliputi APS (Pusat Nasional Pengembangan Sekolah) dan IF, keduanya di Utrecht, Universitas Twente (UT) di Enschede dan beberapa sekolah dasar di Enschede. Kunjungan ini juga bertujuan untuk melakukan diskusi intensif tentang kemungkinan pelaksanaan PMR di Indonesia dan bagaimana konsultan Belanda dapat membantu. Empat mahasiswa kemudian menyelesaikan studinya thn 2003 dengan penelitian di Bandung (seorang), Yogya (dua orang) dan Surabaya (seorang); seorang menyelesaikannya di Unesa dan satu lagi di Australia.
Sejak 1998 sosialisasi pendidikan matematika realistik digiatkan di kalangan pejabat di Diknas, seperti Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Dikti, Balitbang, Departemen Agama, LPTK, dan sekolah. Sosialisasi ini berbentuk kunjungan atau rapat khusus dengan para pejabat, seminar, maupun lewat konferensi.
Pada bulan Juli 2000 Prof. Jan de Lange dari IF dan Boudewijn van Velzen dari APS diundang ke Indonesia untuk mendiskusikan ujicoba PMR versi Indonesia (kemudian disebut PMRI) dan memberi presentasi di Konferensi Nasional Matematika ke 10 yang dilaksanakan di ITB. Prof. Jan de Lange khusus diundang menjadi pembicara tamu untuk mensosialisasikan PMR di kalangan matematikawan di Indonesia. Salah seorang pendengarnya, khusus diundang, adalah Dr. Fasli Jalal, waktu itu menjabat sebagai staf ahli Menteri Pendidikan Nasional, sekarang Dirjen Dikti. Kedatangan Jan de Lange juga dimanfaatkan untuk sosialisasi PMR di kalangan pejabat, seperti Dirjen Dikti (Prof. Satryo Sumantri), Dirjen Dikdasmen (Dr. Indra Djati Sidi, Balitbang (Dr. Siskandar), dan Dept. Agama (Dr.Husni Rachim). Annie Keuper Makkink yang datang berkali-kali ke Indonesia juga sangat aktif dalam sosialisasi PMR.
Pada rapat tgl 18 -12-2000 di Bogor dihadiri oleh Direktur PPTK dan KPT Ditjen Dikti, pimpinan PGSM, wakil Kandepak, dan tenaga senior kelompok pendidik dari lima perguruan tinggi disepakati untuk melakukan ujicoba PMR di 12 sekolah dasar mulai tahun ajar berikutnya. Empat LPTK, yaitu UPI, UNY, USD, dan UNESA, akan memilih 3 sekolah dengan kategori baik, sedang, dan kurang. Departemen Agama akan memilih 4 MIN sesuai dengan lokas LPTK yang terlibat. Tiap LPTK kemudian akan membuat rencana kegiatan dan usulan bahan ajar untuk disepakati kemudian. Juga disepakati agar dibentuk Steering Committee dengan anggota Dirjen Dikdasmen, Dirjen Dikti, Dirjen Agama, Balitbang, dir Pembinaan Akademik Dikti dan PPTK dan KPT Dikti (waktu itu belum ada direktorat jenderal PMPTK). Gagasan pembentukan Steering Committee ini baru diwujudkan thn 2006 (lihat Lampiran 4). Juga disepakati untuk mencari bantuan konsultan dari Belanda.
Pada bulan Januari 2001 (???), Dir Jen Dikti, Prof. Dr. Satryo Sumantri B. berkunjung ke Belanda dan bertemu dengan beberapa pakar RME dari APS dan IF. Kunjungan ini meyakinkan beliau atas keunggulan RME dan mendorong usaha yang sedang mulai dirintis dengan dukungan dana lewat proyek PGSM. Tgl 25 April 2001 beliau kemudian mengundang empat rektor LPTK (UPI, USD, UNY, dan UNESA) ke Jakarta untuk membahas rencana ujicoba RME di beberapa SD dan tim
(PMRI) kemudian dibentuk berdasarkan SK. tgl ..2001 (Lampiran 1) berintikan tenaga senior dari Jurusan Pendidikan Matematika dari keempat LPTK.
Departemen Agama (Dr. Husni Rachim, DirJen Pendidikan Islam waktu itu) minta agar beberapa sekolah MIN juga diikut sertakan dalam usaha ini. Persiapan ke arah ujicoba mulai dikerjakan secara intensif dengan bantuan konsultan dari IF dan APS mengingat Indonesia belum memiliki tenagan akhli. Kedutaan besar Belanda di Jakarta banyak membantu dengan membiayai kedatangan konsultan dari Belanda selama persiapan tersebut.
Tim kemudian menyepakati suatu rencana ujicoba terbatas di kls 1,2 dan 3 di 12 SD, 4 diantaranya MIN; tiap LPTK bekerjasama dengan 3 SD, termasuk satu dari MIN. Tiap LPTK mencari 3 sekolah yang bersedia ikut (bukan ditunjuk dari atas). Pemilihan sekolah dilakukan secara beragam dalam kemampuan (jadi ada yang agak baik, sedang, dan kurang). Khusus untuk MIN, pemilihan dilakukan oleh Depag. Daftar ke 12 sekolah tertera dalam Lampiran 2.
1.3 Tahap Ujicoba
1.3.1 Tahap Ujicoba Awal
Pada 5 – 10 Juli 2001 untuk pertama kalinya diadakan lokakarya persiapan ujicoba dengan peserta 80 orang sebagian besar guru kls 1, 2, dan 3 dari ke 12 sekolah dan dosen yang akan terlibat ikut ujicoba. Lokakarya diadakan di P3G Yogyakarta dan dihadiri oleh semua anggota tim, pimpinan UNY & USD, wakil dari Depag, Dinas Pendidikan Yogyakarta, dan kepala SD yang terlibat dari Yogyakarta. Selanjutnya, 18 – 20 Agustus 2001 diadakan Workshop pertama PMRI di Bandung, dihadiri oleh semua anggota tim serta para dosen yang akan terlibat dengan ujicoba dan 2 orang peninjau dari Belanda, Kees Hoogland dari APS dan Frans Moorlands dari FI (keduanya kemudian menjadi konsultan Tim PMRI) . Kedua calon konsultan tersebut datang atas biaya kantornya sendiri. Dalam workshop ini disiapkan bahan yang akan diujicobakan di sekolah. Pada workshop tersebut disepakati penggunaan nama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk gerakan ini dan kemudian bersama calon konsultan Belanda ‘diproklamasikan’ di gunung Tangkubanprahu tgl 20 Agustus 2001. Ujicoba terbatas (tidak meliputi seluruh bahan ajar setahun) akan diadakan selama perioda September sampai November 2001 lalu kemudian diadakan evaluasi. Tgl 14-15 Nov. 2001 diadakan evaluasi di Yogyakarta dan keempat LPTK yang terlibat melaporkan pengalaman masing-masing. Umumnya mereka mengemukakan permasalahan yang dihadapi para guru yang masih kesulitan meninggalkan kebiasaan mengajar yang tradisional “berhotabah” (guru menggurui, satu arah), kesulitan mengelola kelas, khususnya dalam kerja kelompok. Di kelas 1 masih banyak murid yang belum bisa membaca dan menulis serta belum mampu mengutarakan pendapatnya dengan baik. Akibatnya guru masih harus banyak menjelaskan. Persoalannya menjadi berapa banyak guru harus menjelaskan. Begitupun guru hawatir tentang prestasi belajar muridnya, apakah tujuan pembelajaran tercapai, bagaimana dengan prestasi belajar murid yang diukur dengan ujian pilihan ganda? Hal yang menggembirakan ialah bahwa pada umumnya terlihat bahwa para murid tidak lagi menganggap matematika menakutkan, malahan menyenangkan, suasana tidak tegang muncul di kelas, para guru merasa bukan alat mati karena kreativitas dan inisiatif mereka tertantang dan merasa lebih berguna dari sebelumnya. Rasa percaya diri guru tumbuh, siswa bisa bekerjasama dan saling membantu.
Evaluasi ini dihadiri oleh Boudewijn van Velzen dari APS. Beliau banyak memberi komentar dan masukan untuk perbaikan ujicoba. Setelah diskusi intensif akhirnya disepakati melakukan modifikasi atas ujicoba: ujicoba dilakukan penuh setahun secara bertahap mulai kelas 1, tahun berikutnya di kelas 2, dst. Juga disepakati menuliskan bahan ajar khusus PMRI dan pembagian tugas sbb: kleas 1 semester I ditulis oleh tim UNESA dan dilanjutkan semester II oleh tim USD, kelas 2 semester I oleh tim UNY dan dilanjutkan semester II oleh tim UPI. Pembagian tugas seperti ini berlanjut sampai kelas 6.
1.3.2 Tahap Ujicoba Penuh
Ujicoba PMRI secara penuh mulai kelas 1 dimulai sejak tahun ajaran 2002/03 di ke 12 sekolah dengan bekerjasama dengan ke 4 LPTK. Kegiatan ini sepenuhnya didukung oleh Dikti dan sebagian oleh Dept. Agama (untuk 4 MIN). Tim PMRI dibentuk secara resmi oleh Dikti (lihat Lampiran 3). Seluruh rencana kegiatan, seperti strategi pengembangan bottom-up pemilihan sekolah dan LPTK sepenuhnya atas inisiatif Tim PMRI. Bahan ajar mulai kelas 1 s/d 6 ditulis secara bertahap dan bergilir antara keempat LPTK.
1.3.3 Kerjasama dengan Belanda
Tim konsultan Belanda (Jan de Lange, Boudewijn van Velzen, Kees Hoogland, Frans Moorlands, dan Annie Keuper) sudah terlibat dalam perencanaan dan pelatihan sejak awal. Jadi, secara tak resmi, kerjasama dengan Belanda sudah terjalin sejak 1994, lebih intensif sejak 1998. Kerjasama ini dimungkinkan oleh adanya Kerjasama Matematika Indonesia Belanda dan Tim BS LPTK dilanjutkan dengan Proyek PGSM Dikti. Bantuan dari pemerintah Belanda baru diperoleh lewat proyek PBSI (dana kerjasama bilateral dari Belanda untuk Indonesia) mulai 2003 dan berakhir 2005. Ini adalah permulaan kerjasama resmi antara Indonesia dan Belanda dalam PMRI. Proyek PBSI ini memungkinkan tersedianya dana untuk konsultan Belanda membantu tim PMRI dan juga dana untuk menerbitkan Buletin PMRI yang terbit 4 kali setahun, edisi I Juni 2003 dengan foto ‘Proklamasi’ PMRI di gunung Tangkubanprahu; Buletin ini kemudian berubah nama dan bentuk menjadi Majalah PMRI.
Kegiatan utama dalam kerjasama ini ialah melakukan workshop dua kali setahun dengan peserta para guru dari 12 sekolah ujicoba bersama para dosen dari ke 4 LPTK, termasuk pendampingan guru di sekolah oleh para dosen. Juga mulai dikembangkan basis data sekolah dan situs web PMRI www.pmri.or. id . Juga kegiatan sosialisasi dan diseminasi PMRI ke sekolah dan LPTK lain mulai digiatkan.
Pada workshop ke 6, 25 – 27 Feb 2004, dengan tuan rumah UNESA Surabaya, dibuka oleh rektor UNESA dengan kata sambutan dari wali kota Surabaya, Drs. Bambang Dwi Hartono, M.Pd., diikuti oleh lebih 80 peserta diadakan semacam evaluasi kegiatan dengan meminta peserta menuliskan kesan dan pesan mereka pada PMRI yang kemudian dijilid dengan judul Kesan dan Pesan dari Lokakarya PMRI di Surabaya.
Komentar yang diperoleh sangat menggembirakan dan mendorong Tim PMRI lebih yakin lagi tentang arah kegiatan yang sedang ditempuh. Para guru kelihatan sudah mulai merasakan keunggulan PMRI dari yang mereka kerjakan sebelumnya. Hal inipun mereka dapat lihat dari gairah siswa belajar matematika dibandingkan dengan metoda monolog sebelumnya. Bila pada permulaan adanya workshop guru dan dosen belum berinteraksi, maka pada workshop ini sudah terlihat mereka dapat berdiskusi dan bekerjasama sebagai mitra kerja.
Kegiatan Tim PMRI ini telah dievaluasi tiga kali, oleh APS Belanda (counter part tim PMRI), oleh tim UPI Bandung, dan satu lagi oleh suatu tim independen yang ditunjuk oleh pemerintah Belanda. Ketiga tim evaluasi memberikan hasil yang sangat positif terhadap kegiatan uji coba PMRI. Berikut adalah terjemahan dari kutipan laporan evaluasi tim independen yang diketuai oleh seorang Belgia:
. Ternyata proyek ini lebih dari sekedar memperkenalkan metoda baru mengajarkan matematika. Kendati secara resmi tertera dalam dokumen awal proyek, diskusi dengan pimpinan Tim PMRI menunjukkan bahwa bagi mereka penerapan “matematika realistik” adalah bagian dari usaha yang lebih luas dalam mengubah budaya pendidikan pada taraf pendidikan dasar. Sesungguhnyalah penerapan metoda ini akan mempengaruhi perangai murid dan guru di kelas serta cara mereka berhubungan. Tanpa melebih-lebihkan dapat dikemukakan bahwa proyek ini mendorong hubungan yang demokratis di Indonesia, jadi juga pada transformasi sosial.
.Hibah PBSI kemudian berlanjut dengan hibah dari pemerintah Belanda yang lebih besar melalui proyek NPT/NUFFIC, Do-PMRI (Dissemination of PMRI) 2006 – 2009. Tahap kedua kerjsama ini menitik beratkan pada diseminasi PMRI ke LPTK lain dengan basis 4 LPTK awal (jadi perlu diperkuat dulu), sehingga pada akhir proyek paling sedikit dicapai seluruhnya 14 LPTK, termasuk 3 UIN/IAIN. Perlu diketahui bahwa bantuan lewat NPT/NUFFIC ini hanya untuk perguruan tinggi. Jadi kegiatan ujicoba di 12 sekolah sampai kelas 6 tidak termasuk proyek Do-PMRI, jadi merupakan beban finansial dari Dikti, tetapi tetap merupakan bagian dari kegiatan utama Tim PMRI. Dengan demikian Tim PMRI menangani dua kegiatan secara serentak, meneruskan ujicoba dan diseminasi ke LPTK lain dan juga ke sekolah lain. Pada awal 2006 sudah terlibat 9 LPTK dalam kegiatan PMRI: UPI, USD, UNY, UNESA, UNIMED Medan, UNP Padang, UNSRI Palembang, UNJ Jakarta, dan UNLAM Banjarmasin. Diseminasi dilakukan menggunakan sistem bottom-up, artinya suatu LPTK atau sekolah ikut karena mau ikut, bukan karena ditunjuk. Prinsip ini dipegang kuat dari awal, karena tidak diinginkan setelah proyek berakhir kegiatan mati.
Akhir 2008 kegiatan PMRI sudah mencapai 14 LPTK, termasuk Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH) Banda Aceh, Universitas Negeri Semarang (UNES), Universitas Negeri Malang (UM), UIN Malang, dan Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) Singaraja. Sekitar 350 dosen pendidikan matematika dan 3000 guru SD dari 250 sekolah telah mengikuti workshop PMRI.
Pertengahan Juli 2008 telah dimulai workshop PMRI untuk guru SMP di Yogyakarta yang diikuti oleh 18 peserta dari 18 SMP dari beberapa daerah. Bahan ajar PMRI untuk SMP juga sudah mulai disiapkan dan bahan ini akan dikembangkan bersama para guru di sekolah. Ini merupakan kelanjutan dari kegiatan Tim PMRI di SD dan sepenuhnya merupakan beban finansial dari Dikti.
Ada beberapa kegiatan yang tidak diprogramkan dari awal proyek Do-PMRI tapi kemudian dianggap amat penting demi kelancaran kelanjutan PMRI. Kegiatan tertsebut adalah:
1. Penulisan Bahan Ajar PMRI
Tim PMRI sejak awal telah berusaha menyediakan bahan ajar PMRI dari kls 1 s/d 6, dan telah dibagikan pada ke 12 SD percobaan untuk digunakan. Bahan ajar ini kemudian dianggap kurang baik dan karena itu perlu segera diperbaiki. Dengan bantuan konsultan Belanda kemudian diadakan pelatihan seminggu, Oktober 2007, khusus bagi para dosen untuk menulis bahan ajar.
Dari mereka ini selanjutnya dipilih empat orang sebagai penulis bahan ajar untuk kls 1. Keempat mereka kemudian berkunjung ke Utrecht, Belanda selama seminggu, Februari 2008, untuk meninjau sekolah di sana sambil bertemu dengan beberapa penulis bahan ajar berpengalaman di sana. Bahan ajar ini sekarang, waktu tulisan ini dibuat, sedang diuji coba di banyak sekolah dan kemudian diperbaiki lagi menggunakan masukan dari sekolah. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan pelatihan penulis buku baru untuk kls 2 selama seminggu Nov. 2008. Pengalama sebelumnya menunjukkan bahwa sebaiknya para guru dilibatkan dalam penulisan bahan ajar. Karena itu dalam pelatihan yang kedua ini para guru dipasangkan dengan dosen. Ternyata setelah dievaluasi oleh para penatar, dua di antaranya konsultan Belanda, empat orang guru terpilih mendampingi penulis yang lama untuk menulis bahan ajar kls 2. Kegiatan ini akan diteruskan lagi tahun depan.
2. Workshop Design Research
Bekerjasama dengan SD AlHikmah Surabaya telah diadakan workshop design research selama seminggu Oktober 2008 diikuti sekitar 30 guru dan dosen berpasangan dengan konsultan Maarten Dolk dan Ellen Zonneveld dibantu oleh Wanty Widjaya dan A. Fauzan. Workshop ini bertujuan untuk langsung mempraktekkan design research di sekolah guna meningkatkan mutu pembelajaran.
3. Program Master International Pendidikan Matematika Realistik
Kerjasama dalam Program Master International dalam Pendidikan Matematika Realistik antara UNESA Surabaya dan UNSRI Palembang dengan Universitas Utrecht di Belanda telah disepakati oleh ketiga pihak dan mendapat dukungan dana dari Dikti dan StuNed Belanda. Tgl 30 Okt 2008 yl. telah ditandatangani MoU tiga universitas, UNESA, UNSRI, dan Universitas Utrecht (UU) di kantor Dikti disaksikan oleh Dirjen Dikti Dr. Fasli Jalal dan pimpinan Neso Mr. Marick Bellen. Penandatanganan dilakukan oleh rektor UNESA dan UNSRI, sedangkan UU telah menandatanganinya sebelumnya di Belanda didepan Prof. Mukhlas Samani, Dir. Ketenagaan Dikti dan ketua Tim PMRI, R.K. Sembiring; pada kesempatan ini UU diwakili oleh Dr. Maarten Dolk, yang juga merangkap sebagai konsultan PMRI. Juga dalam kesempatan tersebut telah ditandatangani MoU kerjasama Dikti dan Neso yang akan bersama-sama memikul biaya program; Dikti membiayai beasiswa selama studi di Indonesia dan Neso membiayai selama studi setahun di Utrecht.
1.4 PMRI di Dunia Internasional
PMRI sudah mulai diperkenalkan di dunia internasional pertama sekali melalui konferensi ICSEI 06 (International Congress for School Effectiveness and Improvement) Januari 2006 di Florida, USA. PMRI diwakili oleh R.K. Sembiring. Kemudian di ICSEI 07 Januari 2007 di Slovenia , PMRI diwakili oleh Zulkardi; ICSEI 2008, Januari 2008 di Aukland, New Zealand; ICSEI 09, Januari 2009 di Vancouver, Canada, pada ketiganya PMRI diwakili oleh R.K.Sembiring. Dua anggota Tim PMRI, Sutarto Hadi dari UNLAM dan Wanty Wijaya dari USD menghadiri PME30 (Third Conference of International Group on Psychology of Mathematics Education) di Praha, Cekoslowakia, Juli 2006. Begitu pula Sutarto Hadi memberi presentasi di ISDE (International Society for Design and Development in Education) di Oxford, Inggris Sept. 2006. Sementara itu, melalui kegiatan internasional di dalam negeri, PMRI sudah sering diperkenalkan, misalnya melalui ICAM05 (International Conference on Applied Mathematics) Agustus 2005 di ITB, Mini Symposia PMRI di ICMNS (International Conference on Mathematics and Natural Science) 2006 di ITB banyak anggota Tim PMRI berperan aktif dalam kegiatannya. Pada EARCOME 04 (4th East Asia Regional Conference on Mathematics Education) bulan Juni 2007 di Penang, Malaysia ketua PMRI khusus diundang memberi general lecture mengenai PMRI. Sutarto Hadi juga ikut memberi makalh penelitiannya dalam konferensi itu. Kedua makalah kemudian diminta panitia konferensi untuk digabungkan dan setelah berbagai perbaikan kemudian diterbitkan dalam jurnal pendidikan matematika internasional ZDM: The International Journal on Mathematics Education, edisi ke 6, 2008.
PMRI juga merencanakan menyajikan makalah dalam ICSEI 2010 di Kuala Lumpur Januari 2010.

Share

Post a Comment