Comments

3-comments

FOLLOW ME

LATEST

3-latest-65px

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Ads block

Banner 728x90px

Section Background

Section Background

Your Name


Your Message*

SEARCH

makalah perkuliah sifat-sifat koloid

Sifat-sifat khas koloid meliputi :
a.Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid.
b.Gerak BrownGerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel koloid.

Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+
 

Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2-
 
c.Adsorbsi
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain.
Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan).
Contoh :
(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+.(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S2.
d.KoagulasiKoagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
e.
Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium pendispersinya cairan.
Koloid Liofil:sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya besar terhadap medium pendispersinya.
Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat
Koloid Liofob:sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya kecil terhadap medium pendispersinya.
Contoh: sol belerang, sol emas.

ELEKTROFERESIS
Elektroferesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke salah satu elektroda.
Elektrotoresis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif berarti koloid bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda negatif berarti koloid bermuatan positif.Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap dalam suatu industri dengan alat Cottrell.

DIALISIS
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang menempel pada permukaannya.
Pada proses dialisis ini digunakan selaput semipermeabel.

A.Cara Kondensasi
Cara kondensasi termasuk cara kimia.
kondensasi
Prinsip :Partikel Molekular-------------->Partikel Koloid
Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :
1.Reaksi Redoks
2 H2S(g) + SO2(aq)  ®   3 S(s) + 2 H2O(l)
2.Reaksi Hidrolisis
FeCl3(aq) + 3 H2O(l)  ®   Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq)
3.Reaksi Substitusi
2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(g)  ®  As2S3(s) + 6 H2O(l)
4.Reaksi Penggaraman
Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4 dapat membentuk partikel koloid dengan pereaksi yang encer.
AgNO3(aq) (encer) + NaCl(aq) (encer) ®   AgCl(s) + NaNO3(aq) (encer)
B.Cara Dispersi
Prinsip :Partikel Besar---------------->Partikel Koloid
Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara kimia:
1.Cara Mekanik
Cara ini dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian dihaluskan dengan cara penggerusan atau penggilingan.
2.Cara Busur Bredig
Cara ini digunakan untak membuat sol-sol logam.
3.Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah).
Contoh:
- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3oleh AlCl3
 Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu.

Untuk reaksi: aA + bB ®   mM + nN
maka kecepatan reaksinya adalah:
1 (dA)1 d(B)1 d(M)1 d(N)
V = -------- = -------- = +-------- = +----------
a dtb dtm dtn dt
dimana:
- 1/a . d(A) /dt= rA= kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi zat A per satuan wakru.
- 1/b . d(B) /dt= rB= kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi zat B per satuan waktu.
- 1/m . d(M) /dt= rM= kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi zat M per satuan waktu.
- 1/n . d(N) /dt= rN= kecepatan reaksi zat N = penambahan konsentrasi zat N per satuan waktu.
Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar. Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat reaksi, maka akan berkurang pula kecepatannya.
Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

V = k(A) x (B) y

dimana:
V = kecepatan reaksi
k = tetapan laju reaksi
x = orde reaksi terhadap zat A
y = orde reaksi terhadap zat B
(x + y) adalah orde reaksi keseluruhan
(A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi.


Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan reaksi.
Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan.

Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi :
v = k (A) (B) 2

persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A dan merupakan reaksi orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi tersebut adalah reaksi orde 3.

Contoh soal:
Dari reaksi 2NO(g) + Br2(g) ®   2NOBr(g)
dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut:
No.(NO) mol/l(Br2) mol/lKecepatan Reaksi
mol / 1 / detik
1.0.10.112
2.0.10.224
3.0.10.336
4.0.20.148
5.0.30.1108
Pertanyaan:
a. Tentukan orde reaksinya !
b. Tentukan harga k (tetapan laju reaksi) !

Jawab:
a.Pertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V = k(NO)x(Br2)y : jadi kita harus mencari nilai x den y.
Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap Br2 tidak berubah, yaitu data (1) dan (4).
Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan reaksinya naik 4 kali maka :

2x = 4 ®   x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO)

Untuk menentukan nilai y maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap NO tidak berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat konsentrasi Br2 naik 2 kali, sedangkan kecepatan reaksinya naik 2 kali, maka :

2y = 2 ®   y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br2)

Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO)2(Br2) (reaksi orde 3)
b.Untuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan saja misalnya data (1), maka:
V = k(NO)2(Br2)
12 = k(0.1)2(0.1)

k = 12 x 103 mol-212det-1



Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis molekul A dan B sama dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara kedua jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B. Jadi makin besar konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah tumbukan yang terjadi.
TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA KELEMAHAN, ANTARA LAIN :
-tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi pengaktifan (Ea).
-molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang sederhana struktur ruangnya.
Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori laju reaksi absolut. Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan yang harus dilewati oleh molekul-molekul yang bereaksi dalam tujuannya menuju ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut dinamakan keadaan transisi. Mekanisme reaksi keadaan transisi dapat ditulis sebagai berikut:
A + B ®   T* --> C + D
dimana:

- A dan B adalah molekul-molekul pereaksi
- T* adalah molekul dalam keadaan transisi
- C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi

SECARA DIAGRAM KEADAAN TRANSISI INI DAPAT DINYATAKAN SESUAI KURVA BERIKUT



Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (Ea) merupakan energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai keadaan transisi (T*) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D).
Catatan :energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum yang dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat melangsungkan reaksi.

Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal) sampai keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi.
Contoh: 4 HBr(g) + O2(g) ®  2 H2O(g) + 2 Br2(g)
Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi dengan 4 molekul HBr. Suatu reaksi baru dapat berlangsung apabila ada tumbukan yang berhasil antara molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan sekaligus antara 4 molekul HBr dengan 1 molekul O2 kecil sekali kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin berhasil adalah tumbukan antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O2. Hal ini berarti reaksi di atas harus berlangsung dalam beberapa tahap dan diperkirakan tahap-tahapnya adalah :
Tahap 1:HBr + O2®   HOOBr(lambat)
Tahap 2:HBr + HOOBr®   2HOBr(cepat)
Tahap 3:(HBr + HOBr®   H2O + Br2) x 2(cepat)
 ------------------------------------------------------ + 
 4 HBr + O2--> 2H2O + 2 Br2 
Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan berlangsungnya reaksi tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang berlangsungnya paling lambat.
Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut "mekanisme reaksi" dan kecepatan berlangsungnya reaksi keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu kecepatan reaksi.
 Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain konsentrasi, sifat zat yang bereaksi, suhu dan katalisator.
A. KONSENTRASI
Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar kemungkinan terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi.

B. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI
Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan berlangsungnya reaksi.
Secara umum dinyatakan bahwa:
-Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.
Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang muatannya berlawanan.

Contoh: Ca2+(aq) + CO32+(aq) ®  CaCO3(s)
Reaksi ini berlangsung dengan cepat.

-Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.
Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut dibutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat dalam molekul zat yang bereaksi.

Contoh: CH4(g) + Cl2(g) ®   CH3Cl(g) + HCl(g)
Reaksi ini berjalan lamb
at reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi misalnya cahaya matahari.

C. SUHU
Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Secara matematis hubungan antara nilai tetapan laju reaksi (k) terhadap suhu dinyatakan oleh formulasi ARRHENIUS:
k = A . e-E/RT
dimana:

k : tetapan laju reaksi
A : tetapan Arrhenius 
yang harganya khas untuk setiap reaksi
E : energi pengaktifan
R : tetapan gas universal = 0.0821.atm/moloK = 8.314 joule/moloK
T : suhu reaksi (oK)

D. KATALISATOR
Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.
Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat.

Azas Le Chatelier menyatakan: Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya.
Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan.
Bagi reaksi: 
A  +  B   «    C  +  D

KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN
1. Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D, sehingga jumlah mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah.
2.Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B. sehingga jumlah mol C dan Dherkurang, sedangkan A dan B bertambah.

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK KESETIMBANGAN ADALAH :
a. Perubahan konsentrasi salah satu zat
b. Perubahan volume atau tekanan
c. Perubahan suhu

A. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT
Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.
Contoh: 2SO2(g) + O2(g)  «   2SO3(g)
- Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO2, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
- Bila pada sistem kesetimbangan ini dikurangi gas O2, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

B. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN
Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang menyebabkan perubahan volume (bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan berupa pergeseran kesetimbangan.
Jika tekanan diperbesar = volume diperkecil, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien Reaksi Kecil.
Jika tekanan diperkecil = volume diperbesar, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien reaksi besar.
Pada sistem kesetimbangan dimana jumlah koefisien reaksi sebelah kiri = jumlah koefisien sebelah kanan, maka perubahan tekanan/volume tidak menggeserletak kesetimbangan.
Contoh: 
N2(g) + 3H2(g)  «   2NH3(g)

Koefisien reaksi di kanan = 2
Koefisien reaksi di kiri = 4

-Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperbesar (= volume diperkecil), maka kesetimbangan akan
bergeser ke kanan.
-Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperkecil (= volume diperbesar), maka kesetimbangan akan
bergeser ke kiri.

C. PERUBAHAN SUHU
Menurut Van't Hoff:

-Bila pada sistem kesetimbangan subu dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm).
Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm).
Contoh:
2NO(g) + O2(g) «  2NO2(g) ; DH = -216 kJ
-Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.
-Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat balik. Apabila dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri maka, reaksi dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum reaksi kesetimbangan dapat dinyatakan sebagai:
A  +  B  ®   C  +  D

ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU :
1.Kesetimbangan dalam sistem homogen
a.Kesetimbangan dalam sistem gas-gas
Contoh: 2SO2(g) + O2(g)  «   2SO3(g)
b.Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutanContoh: NH4OH(aq)  «   NH4+(aq) + OH- (aq)
2.Kesetimbangan dalam sistem heterogen
a.Kesetimbangan dalam sistem padat gas
Contoh: CaCO3(s)  «   CaO(s) + CO2(g)
b.Kesetimbangan sistem padat larutan
Contoh: BaSO4(s)  «   Ba2+(aq) + SO42- (aq)
c.Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas
Contoh: Ca(HCO3)2(aq)   «   CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g
)

Hukum Guldberg dan Wange:Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap,maka hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa dimana masing-masing konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien reaksinya adalahtetap.
Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai hukum kesetimbangan.Untuk reaksi kesetimbangan: a A + b B  «   c C + d D maka:
Kc = (C)c x (D)d / (A)a x (B)b

Kc adalah konstanta kesetimbangan yang harganya tetap selama suhu tetap.

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
-Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas yang dimasukkan dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat yang berbentuk gas saja sebab konsentrasi zat padat adalah tetap den nilainya telah terhitung dalam harga Kc itu.
Contoh: C(s) + CO2(g)  «   2CO(g)
Kc = (CO)2 / (CO2)
-Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan dalam perhitungan Kc hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja.
Contoh: Zn(s) + Cu2+(aq)  «   Zn2+(aq) + Cu(s)
Kc = (Zn2+) / (CO2+)
-Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya tergolong salah satu reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi dari pelarut itu tidak dimasukkan dalam perhitungan Kc.
Contoh: CH3COO-(aq) + H2O(l)  «   CH3COOH(aq) + OH-(aq)
Kc = (CH3COOH) x (OH-) / (CH3COO-)

Contoh soal:
1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut persamaan reaksi:
AB(g) + CD(g)  «   AD(g) + BC(g)
Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi AD dan BC. Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk reaksi ini !
Jawab:
Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi) sebanyak 3/4 mol maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya sama).
Dalam keadaan kesetimbangan:

(AD) = (BC) = 3/4 mol/l
(AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l

Kc = [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9
2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi:
A(g) + 2B(g)  «   4C(g)
sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan bagi reaksi:
2C(g)  «   1/2A(g) + B(g)

Jawab:
- Untuk reaksi pertama: K1 = (C)4/[(A) x (B)2] = 0.25
- Untuk reaksi kedua : K2 = [(A)1/2 x (B)]/(C)2
- Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai:
   K1 = 1 / (K2)2 ®   K2 = 2


PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN
Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan Ktetap), hal ini disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar.

HUBUNGAN ANTARA HARGA Kc DENGAN Kp

Untuk reaksi umum:

a A(g) + b B(g)  «   c C(g) + d D(g)


Harga tetapan kesetimbangan:

Kc = [(C). (D)d] / [(A). (B)b]
Kp = (PCc x PDd) / (PAa x PBb)
dimana: PA, PB, PC dan PD merupakan tekanan parsial masing-masing gas A, B. C dan D.

Secara matematis, hubungan antara Kc dan Kp dapat diturunkan sebagai:

Kp = Kc (RT) Dn
dimana Dn adalah selisih (jumlah koefisien gas kanan) dan (jumlah koefisien gas kiri).
Contoh:
Jika diketahui reaksi kesetimbangan:
CO2(g) + C(s)  «   2CO(g)

Pada suhu 300o C, harga Kp= 16. Hitunglah tekanan parsial CO2, jika tekanan total dalaun ruang 5 atm!

Jawab:
Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas CO2= (5 - x) atm.
Kp = (PCO)2 / PCO2 = x2 / (5 - x) = 16  ®   x = 4
Jadi tekanan parsial gas CO2 = (5 - 4) = 1 atm
 Disosiasi adalah penguraian suatu zat menjadi beberapa zat lain yang lebih sederhana.
Derajat disosiasi adalah perbandingan antara jumlah mol yang terurai dengan jumlah mol mula-mula.
Contoh:
2NH3(g)  «   N2(g) + 3H2(g)
besarnya nilai derajat disosiasi (a):
a = mol NH3 yang terurai / mol NH3 mula-mula

Harga derajat disosiasi terletak antara 0 dan 1, jika:

a = 0 berarti tidak terjadi penguraian
a = 1 berarti terjadi penguraian sempurna
0 < 
a < 1 berarti disosiasi pada reaksi setimbang (disosiasi sebagian).
Contoh:
Dalam reaksi disosiasi N2O4 berdasarkan persamaan

      N2O4(g) «   2NO2(g)

banyaknya mol N2O4 dan NO2 pada keadaan setimbang adalah sama.

Pada keadaan ini berapakah harga derajat disosiasinya ?
Jawab:
Misalkan mol N2O4 mula-mula = a mol
mol N2O4 yang terurai = a 
a mol ®  mol N2O4 sisa = a (1 - a) mol
mol NO2 yang terbentuk = 2 x mol N2O4 yang terurai = 2 a 
a mol
Pada keadaan setimbang:
mol N2O4 sisa = mol NO2 yang terbentuk
a(1 - a) = 2a a ®  1 - a = 2 a ®  a = 1/3

No comments:

Post a Comment

Archive

Sections

Blog Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic
TUTORIAL BLOG

Buka Semua | Tutup Semua

Header Background

Header Background
Header Background Image. Ideal width 1600px with.

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Section Background

Section Background
Background image. Ideal width 1600px with.

Section Background

Section Background
Background image. Ideal width 1600px with.

Courses

6-latest-350px-course

About Me

Followers

Popular

Silahkan anda cari artikel disini

Pages

Hello! We’re Fenix Creative Photo Studio

Silahkan anda cari makalah disini
3-tag:Courses-65px

Popular Posts

makalah perkuliah sifat-sifat koloid

Sifat-sifat khas koloid meliputi :
a.Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid.
b.Gerak BrownGerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel koloid.

Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+
 

Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2-
 
c.Adsorbsi
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain.
Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan).
Contoh :
(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+.(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S2.
d.KoagulasiKoagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
e.
Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium pendispersinya cairan.
Koloid Liofil:sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya besar terhadap medium pendispersinya.
Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat
Koloid Liofob:sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya kecil terhadap medium pendispersinya.
Contoh: sol belerang, sol emas.

ELEKTROFERESIS
Elektroferesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke salah satu elektroda.
Elektrotoresis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif berarti koloid bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda negatif berarti koloid bermuatan positif.Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap dalam suatu industri dengan alat Cottrell.

DIALISIS
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang menempel pada permukaannya.
Pada proses dialisis ini digunakan selaput semipermeabel.

A.Cara Kondensasi
Cara kondensasi termasuk cara kimia.
kondensasi
Prinsip :Partikel Molekular-------------->Partikel Koloid
Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :
1.Reaksi Redoks
2 H2S(g) + SO2(aq)  ®   3 S(s) + 2 H2O(l)
2.Reaksi Hidrolisis
FeCl3(aq) + 3 H2O(l)  ®   Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq)
3.Reaksi Substitusi
2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(g)  ®  As2S3(s) + 6 H2O(l)
4.Reaksi Penggaraman
Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4 dapat membentuk partikel koloid dengan pereaksi yang encer.
AgNO3(aq) (encer) + NaCl(aq) (encer) ®   AgCl(s) + NaNO3(aq) (encer)
B.Cara Dispersi
Prinsip :Partikel Besar---------------->Partikel Koloid
Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara kimia:
1.Cara Mekanik
Cara ini dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian dihaluskan dengan cara penggerusan atau penggilingan.
2.Cara Busur Bredig
Cara ini digunakan untak membuat sol-sol logam.
3.Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah).
Contoh:
- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3oleh AlCl3
 Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu.

Untuk reaksi: aA + bB ®   mM + nN
maka kecepatan reaksinya adalah:
1 (dA)1 d(B)1 d(M)1 d(N)
V = -------- = -------- = +-------- = +----------
a dtb dtm dtn dt
dimana:
- 1/a . d(A) /dt= rA= kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi zat A per satuan wakru.
- 1/b . d(B) /dt= rB= kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi zat B per satuan waktu.
- 1/m . d(M) /dt= rM= kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi zat M per satuan waktu.
- 1/n . d(N) /dt= rN= kecepatan reaksi zat N = penambahan konsentrasi zat N per satuan waktu.
Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar. Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat reaksi, maka akan berkurang pula kecepatannya.
Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

V = k(A) x (B) y

dimana:
V = kecepatan reaksi
k = tetapan laju reaksi
x = orde reaksi terhadap zat A
y = orde reaksi terhadap zat B
(x + y) adalah orde reaksi keseluruhan
(A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi.


Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan reaksi.
Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan.

Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi :
v = k (A) (B) 2

persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A dan merupakan reaksi orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi tersebut adalah reaksi orde 3.

Contoh soal:
Dari reaksi 2NO(g) + Br2(g) ®   2NOBr(g)
dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut:
No.(NO) mol/l(Br2) mol/lKecepatan Reaksi
mol / 1 / detik
1.0.10.112
2.0.10.224
3.0.10.336
4.0.20.148
5.0.30.1108
Pertanyaan:
a. Tentukan orde reaksinya !
b. Tentukan harga k (tetapan laju reaksi) !

Jawab:
a.Pertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V = k(NO)x(Br2)y : jadi kita harus mencari nilai x den y.
Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap Br2 tidak berubah, yaitu data (1) dan (4).
Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan reaksinya naik 4 kali maka :

2x = 4 ®   x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO)

Untuk menentukan nilai y maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap NO tidak berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat konsentrasi Br2 naik 2 kali, sedangkan kecepatan reaksinya naik 2 kali, maka :

2y = 2 ®   y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br2)

Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO)2(Br2) (reaksi orde 3)
b.Untuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan saja misalnya data (1), maka:
V = k(NO)2(Br2)
12 = k(0.1)2(0.1)

k = 12 x 103 mol-212det-1



Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis molekul A dan B sama dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara kedua jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B. Jadi makin besar konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah tumbukan yang terjadi.
TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA KELEMAHAN, ANTARA LAIN :
-tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi pengaktifan (Ea).
-molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang sederhana struktur ruangnya.
Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori laju reaksi absolut. Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan yang harus dilewati oleh molekul-molekul yang bereaksi dalam tujuannya menuju ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut dinamakan keadaan transisi. Mekanisme reaksi keadaan transisi dapat ditulis sebagai berikut:
A + B ®   T* --> C + D
dimana:

- A dan B adalah molekul-molekul pereaksi
- T* adalah molekul dalam keadaan transisi
- C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi

SECARA DIAGRAM KEADAAN TRANSISI INI DAPAT DINYATAKAN SESUAI KURVA BERIKUT



Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (Ea) merupakan energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai keadaan transisi (T*) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D).
Catatan :energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum yang dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat melangsungkan reaksi.

Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal) sampai keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi.
Contoh: 4 HBr(g) + O2(g) ®  2 H2O(g) + 2 Br2(g)
Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi dengan 4 molekul HBr. Suatu reaksi baru dapat berlangsung apabila ada tumbukan yang berhasil antara molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan sekaligus antara 4 molekul HBr dengan 1 molekul O2 kecil sekali kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin berhasil adalah tumbukan antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O2. Hal ini berarti reaksi di atas harus berlangsung dalam beberapa tahap dan diperkirakan tahap-tahapnya adalah :
Tahap 1:HBr + O2®   HOOBr(lambat)
Tahap 2:HBr + HOOBr®   2HOBr(cepat)
Tahap 3:(HBr + HOBr®   H2O + Br2) x 2(cepat)
 ------------------------------------------------------ + 
 4 HBr + O2--> 2H2O + 2 Br2 
Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan berlangsungnya reaksi tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang berlangsungnya paling lambat.
Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut "mekanisme reaksi" dan kecepatan berlangsungnya reaksi keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu kecepatan reaksi.
 Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain konsentrasi, sifat zat yang bereaksi, suhu dan katalisator.
A. KONSENTRASI
Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar kemungkinan terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi.

B. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI
Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan berlangsungnya reaksi.
Secara umum dinyatakan bahwa:
-Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.
Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang muatannya berlawanan.

Contoh: Ca2+(aq) + CO32+(aq) ®  CaCO3(s)
Reaksi ini berlangsung dengan cepat.

-Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.
Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut dibutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat dalam molekul zat yang bereaksi.

Contoh: CH4(g) + Cl2(g) ®   CH3Cl(g) + HCl(g)
Reaksi ini berjalan lamb
at reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi misalnya cahaya matahari.

C. SUHU
Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Secara matematis hubungan antara nilai tetapan laju reaksi (k) terhadap suhu dinyatakan oleh formulasi ARRHENIUS:
k = A . e-E/RT
dimana:

k : tetapan laju reaksi
A : tetapan Arrhenius 
yang harganya khas untuk setiap reaksi
E : energi pengaktifan
R : tetapan gas universal = 0.0821.atm/moloK = 8.314 joule/moloK
T : suhu reaksi (oK)

D. KATALISATOR
Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.
Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat.

Azas Le Chatelier menyatakan: Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya.
Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan.
Bagi reaksi: 
A  +  B   «    C  +  D

KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN
1. Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D, sehingga jumlah mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah.
2.Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B. sehingga jumlah mol C dan Dherkurang, sedangkan A dan B bertambah.

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK KESETIMBANGAN ADALAH :
a. Perubahan konsentrasi salah satu zat
b. Perubahan volume atau tekanan
c. Perubahan suhu

A. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT
Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.
Contoh: 2SO2(g) + O2(g)  «   2SO3(g)
- Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO2, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
- Bila pada sistem kesetimbangan ini dikurangi gas O2, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

B. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN
Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang menyebabkan perubahan volume (bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan berupa pergeseran kesetimbangan.
Jika tekanan diperbesar = volume diperkecil, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien Reaksi Kecil.
Jika tekanan diperkecil = volume diperbesar, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien reaksi besar.
Pada sistem kesetimbangan dimana jumlah koefisien reaksi sebelah kiri = jumlah koefisien sebelah kanan, maka perubahan tekanan/volume tidak menggeserletak kesetimbangan.
Contoh: 
N2(g) + 3H2(g)  «   2NH3(g)

Koefisien reaksi di kanan = 2
Koefisien reaksi di kiri = 4

-Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperbesar (= volume diperkecil), maka kesetimbangan akan
bergeser ke kanan.
-Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperkecil (= volume diperbesar), maka kesetimbangan akan
bergeser ke kiri.

C. PERUBAHAN SUHU
Menurut Van't Hoff:

-Bila pada sistem kesetimbangan subu dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm).
Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm).
Contoh:
2NO(g) + O2(g) «  2NO2(g) ; DH = -216 kJ
-Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.
-Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat balik. Apabila dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri maka, reaksi dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum reaksi kesetimbangan dapat dinyatakan sebagai:
A  +  B  ®   C  +  D

ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU :
1.Kesetimbangan dalam sistem homogen
a.Kesetimbangan dalam sistem gas-gas
Contoh: 2SO2(g) + O2(g)  «   2SO3(g)
b.Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutanContoh: NH4OH(aq)  «   NH4+(aq) + OH- (aq)
2.Kesetimbangan dalam sistem heterogen
a.Kesetimbangan dalam sistem padat gas
Contoh: CaCO3(s)  «   CaO(s) + CO2(g)
b.Kesetimbangan sistem padat larutan
Contoh: BaSO4(s)  «   Ba2+(aq) + SO42- (aq)
c.Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas
Contoh: Ca(HCO3)2(aq)   «   CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g
)

Hukum Guldberg dan Wange:Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap,maka hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa dimana masing-masing konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien reaksinya adalahtetap.
Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai hukum kesetimbangan.Untuk reaksi kesetimbangan: a A + b B  «   c C + d D maka:
Kc = (C)c x (D)d / (A)a x (B)b

Kc adalah konstanta kesetimbangan yang harganya tetap selama suhu tetap.

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
-Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas yang dimasukkan dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat yang berbentuk gas saja sebab konsentrasi zat padat adalah tetap den nilainya telah terhitung dalam harga Kc itu.
Contoh: C(s) + CO2(g)  «   2CO(g)
Kc = (CO)2 / (CO2)
-Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan dalam perhitungan Kc hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja.
Contoh: Zn(s) + Cu2+(aq)  «   Zn2+(aq) + Cu(s)
Kc = (Zn2+) / (CO2+)
-Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya tergolong salah satu reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi dari pelarut itu tidak dimasukkan dalam perhitungan Kc.
Contoh: CH3COO-(aq) + H2O(l)  «   CH3COOH(aq) + OH-(aq)
Kc = (CH3COOH) x (OH-) / (CH3COO-)

Contoh soal:
1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut persamaan reaksi:
AB(g) + CD(g)  «   AD(g) + BC(g)
Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi AD dan BC. Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk reaksi ini !
Jawab:
Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi) sebanyak 3/4 mol maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya sama).
Dalam keadaan kesetimbangan:

(AD) = (BC) = 3/4 mol/l
(AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l

Kc = [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9
2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi:
A(g) + 2B(g)  «   4C(g)
sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan bagi reaksi:
2C(g)  «   1/2A(g) + B(g)

Jawab:
- Untuk reaksi pertama: K1 = (C)4/[(A) x (B)2] = 0.25
- Untuk reaksi kedua : K2 = [(A)1/2 x (B)]/(C)2
- Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai:
   K1 = 1 / (K2)2 ®   K2 = 2


PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN
Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan Ktetap), hal ini disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar.

HUBUNGAN ANTARA HARGA Kc DENGAN Kp

Untuk reaksi umum:

a A(g) + b B(g)  «   c C(g) + d D(g)


Harga tetapan kesetimbangan:

Kc = [(C). (D)d] / [(A). (B)b]
Kp = (PCc x PDd) / (PAa x PBb)
dimana: PA, PB, PC dan PD merupakan tekanan parsial masing-masing gas A, B. C dan D.

Secara matematis, hubungan antara Kc dan Kp dapat diturunkan sebagai:

Kp = Kc (RT) Dn
dimana Dn adalah selisih (jumlah koefisien gas kanan) dan (jumlah koefisien gas kiri).
Contoh:
Jika diketahui reaksi kesetimbangan:
CO2(g) + C(s)  «   2CO(g)

Pada suhu 300o C, harga Kp= 16. Hitunglah tekanan parsial CO2, jika tekanan total dalaun ruang 5 atm!

Jawab:
Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas CO2= (5 - x) atm.
Kp = (PCO)2 / PCO2 = x2 / (5 - x) = 16  ®   x = 4
Jadi tekanan parsial gas CO2 = (5 - 4) = 1 atm
 Disosiasi adalah penguraian suatu zat menjadi beberapa zat lain yang lebih sederhana.
Derajat disosiasi adalah perbandingan antara jumlah mol yang terurai dengan jumlah mol mula-mula.
Contoh:
2NH3(g)  «   N2(g) + 3H2(g)
besarnya nilai derajat disosiasi (a):
a = mol NH3 yang terurai / mol NH3 mula-mula

Harga derajat disosiasi terletak antara 0 dan 1, jika:

a = 0 berarti tidak terjadi penguraian
a = 1 berarti terjadi penguraian sempurna
0 < 
a < 1 berarti disosiasi pada reaksi setimbang (disosiasi sebagian).
Contoh:
Dalam reaksi disosiasi N2O4 berdasarkan persamaan

      N2O4(g) «   2NO2(g)

banyaknya mol N2O4 dan NO2 pada keadaan setimbang adalah sama.

Pada keadaan ini berapakah harga derajat disosiasinya ?
Jawab:
Misalkan mol N2O4 mula-mula = a mol
mol N2O4 yang terurai = a 
a mol ®  mol N2O4 sisa = a (1 - a) mol
mol NO2 yang terbentuk = 2 x mol N2O4 yang terurai = 2 a 
a mol
Pada keadaan setimbang:
mol N2O4 sisa = mol NO2 yang terbentuk
a(1 - a) = 2a a ®  1 - a = 2 a ®  a = 1/3

Share

Post a Comment