Jazirah Arab
Muhammad bin Abdil Wahhab (1703—1791)
lahir di ‘Uyainah. ‘Uyainah sendiri adalah salah satu tempat yang berada di
wilayah Najd atau Nejed. Wilayah ini termasuk dari lima wilayah yang masuk ke
dalam Jazirah Arab atau terkadang disebut juga dengan istilah Semenanjung Arab.
Jazirah yang dibicarakan ini terletak di sebelah barat daya Benua Asia dan
memiliki luas sebesar 1.745.900 km2, sedangkan Kerajaan Arab Saudi sekarang
memiliki luas sekitar 1.014.900 km2.
Empat wilayah Jazirah Arab yang lain
adalah Hijaz, Arudh, Tihamah dan Yaman. Selama ini, khalayak umum hanya
mengenal wilayah Hijaz dan Yaman. Setiap kali melewati kata Hijaz, akan
terbentuk gambaran tentang kota Makkah dan Madinah yang menjadi pusat kerinduan
spiritual kaum Muslimin sedunia. Begitu pula Yaman, banyak orang mengenal akrab
bagian wilayah ini, sebagaimana mereka mengenal Republik Yaman sekarang.
Dikotomi Kota-Desa Dari segi kehidupan
sosial, menurut Philip K. Hitti, masyarakat di Jazirah Arab terdiri dari dua
kelompok utama: kelompok masyarakat kota dan kelompok masyarakat desa.
Sebagaimana pola kehidupan masyarakat yang ada pada waktu itu, masyarakat Nejed
pun tidak terkecualikan.
Kelompok masyarakat kota, sebagaimana
biasa, adalah masyarakat yang menetap dan mengembangkan kehidupan di kota-kota
besar di Jazirah Arab, seperti kota-kota di Hijaz. Mereka biasanya dinamis,
cepat menerima perubahan dan cenderung untuk menjauh dari tradisi.
Sebelum Philip K. Hitti membagi
masyarakat Arab menjadi dua kelompok seperti itu, Ibnu Kholdun, dalam buku
Muqoddimahnya yang terkenal itu, telah lebih dulu membuat pembagian seperti
itu. Memang, tidak mutlak terbagi menjadi dua seperti ini, sebab, seperti yang
dikatakan Ibnu Kholdun sendiri, ada satu kelompok masyarakat lagi: masyarakat
peralihan—yang dalam istilah Philip K. Hitti disebut dengan masyarakat
semi-nomaden dan semi-urban.
Kelompok masyarakat desa yang dimaksud
lebih sering dikenal dengan sebutan orang-orang badui. Mereka adalah masyarakat
nomaden, satu jenis masyarakat yang sering berpindah-pindah tempat dan tidak
memiliki tempat tetap untuk berdiam. Orang-orang badui ini bukan seperti
orang-orang gipsi—dan tidak tepat bila dibayangkan kehidupan mereka seperti
kehidupan kaum gipsi yang dikenal jamak di benak kita.
Terlepas dari itu semua, ternyata
ratusan tahun sebelumnya, Nabi Muhammad telah mengisyaratkan—juga
mendefinisikan kepada para sahabatnya—tentang pembagian dua kelompok tersebut.
Kisah tentang seorang Arab badui yang buang air kecil sembarangan di masjid
Nabi dan cara Nabi Muhammad memperlakukan Arab badui tersebut adalah satu
contoh bentuk upaya definitif-sosiologis yang dikenal luas sampai hari ini.
Dalam Al-Qur’an saja, Allah sendiri
secara langsung menyinggung tentang kelompok-kelompok masyarakat Arab ini dalam
beberapa tempat. Salah satu contoh yang dapat disebutkan di sini adalah ayat
ke-97 dan 98 surat At-Taubah, ketika Allah berbicara tentang orang-orang kafir
dan munafik dari kalangan Arab badui.
Orang-orang badui adalah orang-orang
yang hidup beradaptasi dengan gurun pasir. Mereka bersikeras untuk mendapatkan
tempat-tempat yang bisa digunakan oleh ternak-ternak mereka, seperti dataran
yang hijau, meski hanya sebentar dan meski pun itu harus dengan cara kekerasan.
Penting sekali untuk menandai frasa
“dengan cara kekerasan” dalam kaitan dengan usaha mencari kehidupan yang lebih
baik bagi orang-orang badui tersebut. Kebanyakan pembicara dalam masalah
politik Nejed melupakan hal ini.
Tradisi Ghozwu Semula, tradisi ghozwu
berasal dari tengah kabilah-kabilah suku nomaden (berpindah-pindah). Akan
tetapi, tradisi ini ternyata dibawa pula oleh kabilah-kabilah yang sudah
menetap.
Adalah ghozwu yang menjadi semacam
sport di tengah masyarakat padang pasir pada waktu itu. Ghozwu diartikan
sebagai serbuan kilat atau razia. Pada dasarnya, kegiatan ini dibentuk oleh
keadaan sosial-ekonomi pada kehidupan masyarakat gurun pasir.
Pada titik tertentu, ghozwu dianggap
semacam suatu lembaga sosial di sana, sebagaimana kita yang sudah menerima
urun-rembuk dan gotong-royong sebagai suatu lembaga sosial di sini. Bedanya,
pada keadaan-keadaan tertentu, ghozwu dipandang tak-ubah organisasi bandit
liar. Akan tetapi, tetap saja, ghozwu tidak bisa digolongkan sebagai kejahatan.
Ghozwu diatur ketat oleh suatu aturan
tidak tertulis, konvensi, yang dipatuhi bersama oleh kabilah-kabilah setempat.
Materi yang ada di dalam ghozwu berupa merampas atau dirampas.
Di antara aturan tersebut, bila
sekelompok perampas tertangkap, maka mereka tidak akan dibunuh atau dilukai
oleh kelompok yang dirampas. Kelompok perampas pun tidak akan membunuh atau
melukai kelompok yang dirampas.
Yang dirampas adalah unta. Tanah,
perabotan, hewan-hewan ternak dan nyawa tidak boleh diambil. Bahkan, jauh
sebelum Islam datang ke Jazirah Arab, darah yang tertumpah harus dibayar dengan
darah juga atau, kalau tidak, dengan pengganti yang setimpal berupa denda
(diyat).
Aturan lain, kaum perempuan yang ada
di dalam kelompok tidak boleh diganggu. Bahkan, tidak boleh disentuh. Ghozwu
adalah kerja kaum laki-laki yang sudah disosialisasikan sejak dini pada anak
laki-laki mereka.
Termasuk dari aturan adalah bahwa
ghozwu tidak boleh dilakukan pada waktu antara tengah malam dan fajar.
Biasanya, ghozwu terjadi pada musim panas, ketika suhu mencapai 40-500C. Pada
waktu itu, siang hari terasa hangat dan malam hari terasa sejuk.
Dengan beberapa contoh aturan-aturan
seperti ini, dapat dikatakan bahwa ghozwu bukan perang. Mereka sendiri
mengistilahkan perang dengan harb. Ketika terjadi perang, segala sesuatu yang
dilarang dalam ghozwu dibolehkan.
Apabila ghozwu dilakukan atas dasar
penguasaan unta, maka perang dilakukan atas dasar keyakinan, kehormatan, harga
diri kabilah dan segala sesuatu yang dipandang prinsipil bagi mereka. Jadi,
dapat dipahami, bila sampai terjadi peperangan di tengah mereka, itu semata
disebabkan oleh sesuatu yang bukan sepele.
Dari sini, kita tahu: Nejed cuma kaya
gurun pasir dan kabilah-kabilah kesukuan. Di sana, ada budaya politik
tersendiri.
(Bagi yang ingin mendalami lebih
lanjut tentang tema artikel ini dapat merujuk ke Badri Yatim, Sejarah Sosial
Keagamaan Tanah Suci: Hijaz (Mekah dan Madinah) 1800—1925, Logos, Jakarta,
1999; Ibnu Kholdun, Muqoddimah, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001; Philip K.
Hitti, History of The Arabs: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif tentang
Sejarah Peradaban Islam, Serambi, Jakarta, 2008; Robert Lacey, Kerajaan
Petrodolar, Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, 1986)
SEJARAH YAMAN
Yaman ialah salah satu daripada pusat-pusat
peradaban yang tertua di dunia. Dari abad ke-9 SM
hingga abad ke-6
Masihi, Yaman merupakan sebahagian kemaharajaan-kemaharajaan Minaean, Sabaean, Himyarit, Qataban, Hadhramawt, dan Awsan yang menguasai perdagangan rempah yang menguntungkan. Yaman dikenali
oleh orang Rom
sebagai "Arabia Felix" ("Arab Gembira") kerana kekayaannya
yang dihasilkan oleh perdagangan. Augustus Caesar
mencuba mengilhakkan Yaman, tetapi ekspedisinya tergagal. Empayar Parsi
lebih berjaya dan Yaman menjadi sebuah satrafi Parsi Sassanid.
Pada lewat abad ke-6 dan ke-7, selepas
banyak orang Sabaean meneruskan penghijrahan dari Yaman, akibat pemusnahan Empangan Ma'rib (sadd Ma'rib), Yaman menjadi sebuah
kawasan Badwi. Pada
masa itu, apabila Kemaharajaan Aksum tidak berhasrat meneruskan
kemaharajaan yang kuno mereka, Yaman menjadi sebidang tanah tandus, akibat
perdagangan rempah dengan orang-orang Rom dan raja-raja Sassanid Parsi yang lebih
menguntungkan. Yaman berturut-turut dikuasai oleh empayar Habsyah dan Sassanid
Parsi. Pada abad ke-7, khalifah Islam mula menguasai kawasan ini. Selepas kekhalifahan itu dihancurkan, bekas
Yaman Utara dikuasai oleh Imam-Imam daripada berbagai-bagai wangsa,
biasanya dari mazhab Zaidi, yang mengasaskan struktur politik teokratik yang
kekal sehingga zaman moden. ('Imam' dalam konteks ini ialah sebuah istilah
agama yang digunakan oleh Syiah untuk merujuk kepada keturunan-keturunan sezuriat Ali, menantu Nabi Muhammad,
yang dianggap ditakdirkan sebagai pewaris-pewaris tidak terkelas Nabi
Muhammad.)
Khalifah-khalifah Sunah Waljamaah
Mesir menduduki kebanyakan Yaman Utara pada sepanjang abad ke-11.
Menjelang abad ke-16 dan sekali lagi pada abad ke-19,
Yaman Utara menjadi sebahagian Empayar Turki Uthmaniyyah dan pada sesetengah tempoh,
Imam-Imannya juga menguasai Yaman Selatan.
Yaman Utara mencapai kemerdekaan
daripada Empayar Turki Uthmaniyyah pada tahun 1918 dan menjadi sebuah republik pada
tahun 1962. Pada
tahun 1939, pihak British
menduduki pelabuhan Aden dan menjadikannya sebagai sebuah tanah jajahan pada bulan September.
Mereka juga mencipta sebuah zon perikatan-perikatan yang tidak dikawal rapi
(dikenali sebagai negeri-negeri naungan)
di sekitar Aden untuk bertindak sebagai penampan perlindungan. Pada tahun 1967, pihak British berundur selepas
tekanan yang semakin meningkat daripada pemberontakan tempatan dan
serangan-serangan yang disokong oleh Mesir dari utara. Selepas pengunduran
British, kawasan ini dikenali sebagai Yaman Selatan.
Pada tahun 1970, kerajaan
selatan mengamalkan sistem kerajaan komunis.
Kedua-dua negara disatukan secara rasmi sebagai Republik Yaman
pada 22 Mei 1990.
ADEN, YAMAN
–
Yaman, yang tengah bergulat dengan konflik kekerasan dan kemiskinan yang parah,
bukanlah ide bagi setiap orang untuk peluang investasi yang memikat.
Namun pengusaha India, Ravinder Singh,
berbicara dengan positif mengenai keuntungan melakukan bisnis di sebuah negara
yang tidak banyak menarik perhatian.
"Saya kagum dengan kualitas tenaga kerja
Yaman," ujar Singh, yang membangun sebuah pabrik baja di pelabuhan utara
Aden pada tahun 2005. "Saya telah bekerja di beberapa tempat di India
selama lebih dari 30 tahun, tapi saya belum pernah melihat tenaga kerja dengan
komitmen seperti orang-orang Yaman."
Ini mungkin terlihat seperti penghargaan yang
tidak biasa di sebuah negara yang oleh PBB diperkirakan hanya 54% kaum
dewasanya yang melek huruf dan hanya 55% anak-anak yang sekolah. Kebanyakan
pria Yaman menghabiskan separuh harinya mengunyah qat, narkoba sejenis
amphetamine ringan.
Namun Singh, yang produksi baja pabriknya
tiap tahun sebesar 100.000 ton metrik menutupi seperenam permintaan Yaman,
menggambarkan para pekerjanya sebagai orang-orang yang cerdas, dengan pikiran
murni yang mudah dilatih.
Ia berpikir Yaman telah siap untuk
pertumbuhan industri, sebuah sudut pandang yang bertentangan dengan kemuraman
ekonomi meluas yang berpusat pada berkurangnya produksi minyak dan suplai air
di negara tersebut.
Singh, yang bekerja untuk Perusahaan Besi dan
Baja Yaman-Saudi, sedang mengawasi perluasan pabrik Aden untuk meningkatkan
kapasitas menjadi 1.5 juta ton metrik tiap tahun dalam waktu satu dekade.
Perusahaan itu sedang membangun 150 gudang
pabrik dan unit perumahan untuk investor yang, Singh yakini, akan
berbondong-bondng ke pabrik yang kini mempekerjakan 400 orang Yaman, jumlah
yang ia rencanakan akan bertambah.
Pabrik itu terletak di dekat jalan menuju
provinsi Lahej, lokasi bagi banyak protes separatis melawan pemerintahan
Presiden Ali Abdullah Saleh di utara, namun ini tidak mengganggu Singh.
Ia juga tidak khawatir tentang pengaruh Al
Qaeda bagi kaum muda Yaman. "Saya telah bertemu ratusan dari mereka.
Mereka ingin bekerja, mereka ingin berpartisipasi," ujarnya.
Negara di sebelah selatan semenanjung Arab
ini dapat menghasilkan sebuah kisah ekonomi yang sukses, dan lebih banyak
lapangan kerja bagi generasi mudanya yang berjumlah 23 juta. Saat ini 45%
penduduk Yaman hidup dengan kurang dari dua dolar per hari.
Beberapa investor terhalang oleh kelemahan
otoritas pemerintah di banyak wilayah. Para diplomat mengatakan sejumlah
hambatan lain bagi investasi adalah korupsi dan kronisme yang merajalela,
dengan posisi-posisi tinggi dalam pekerjaan yang seringkali diberikan atas
dasar loyalitas bukan kompetensi.
Terlepas dari sedikitnya sumber daya Yaman,
tersedia dana untuk infrastruktur dan proyek lainnya. Donatur menjanjikan 4.7
miliar dolar AS di tahun 2006, namun sebagian besar uang itu belum digunakan.
"Banyak proyek yang tertunda karena kau
hanya menemukan sedikit sumber daya atau orang yang berkompeten dalam
kementerian," ujar seorang diplomat yang bekerja untuk sebuah organisasi
internasional di Sanaa. "Seringkali kau harus mempekerjakan staf ekspatriat
untuk menjalankan sebuah proyek."
Baik atau buruk, Yaman adalah salah satu dari
sedikit negara di dunia tanpa restoran McDonald atau Burger King, namun
setidaknya berusaha menarik investor asing ke zona perdagangan bebas Aden, di
mana pabrik baja Singh berada.
Selama bertahun-tahun zona itu memberikan
keuntungan bebas pajak, tidak ada batasan kepemilikan dan tanah yang murah bagi
investor, yang sejauh ini telah melakukan sekitar 800 juta dolar, menurut
manajernya Abdul Galil Al Shaibi.
"Kami telah bergerak dengan cepat namun
dalam pandangan saya masih kurang cepat," ujar Shaibi, menambahkan bahwa
zona itu diharapkan akan melipatgandakan investasi dalam waktu lima tahun
dengan bantuan orang-orang Yaman yang tinggal di luar negeri.
"Kami memiliki tenaga kerja yang murah.
Prosesnya adalah untuk menarik orang-orang Yaman di dalam negara mereka, untuk
mengembangkannya sehingga yang lain akan datang," ujarnya.
Aden, salah satu pelabuhan terbesar di dunia,
adalah rumah bagi banyak industri minyak dan gas Yaman, namun blok-blok
perumahan yang menjemukan dan jalan-jalan yang berlubang di kota itu menjadi
saksi atas pengabaian selama bertahun-tahun.
Bangunan otoritas pelabuhan, dengan papan
tanda dalam bahasa Inggris dan tangga dari kayu, telah sedikit berubah sejak
kekuasaan Inggris, yang berakhir pada tahun 1967 dan memberi jalan pada sebuah
republik yang didukung Soviet.
Banyak dari penduduk di wilayah selatan yang
mengatakan bahwa mereka jauh lebih baik sebelum bergabung dengan bekas negara sosialis
utara di tahun 1990, hanya untuk melawan dan kalah perang kemudian memisahkan
diri empat tahun kemudian. Sejak saat itu, penduduk utara mengambil sebagian
besar lapangan kerja dan sumber daya yang ada.
Meski demikian masih ada sedikit tanda-tanda aktivitas
ekonomi baru.
Operator pelabuhan Dubai DP World memperluas
pelabuhan kontainer, berharap Aden akan menjadi pusat pelayaran kapal regional
ke dan dari Terusan Suez, terlepas dari ancaman pembajakan di Teluk Aden.
Sampai saat ini pelabuhan itu telah memiliki 7oo staf dan masih mencari
tambahan.
"Kami bekerjasama dengan universitas
setempat untuk membantu kami mengevaluasi dan menilai para staf," ujar
John Fewer, penasihat DP World di Aden.
Yaman juga melakukan pembicaraan dengan
investor untuk memodernisasi
kilang minyak Aden yang tidak sehat, meskipun
para ahli mengatakan itu akan menjadi pekerjaan berat yang membutuhkan dana
miliaran dolar. Kilang minyak tersebut dibangun di era Inggris dan rusak dalam
perang sipil tahun 1994.
No comments:
Post a Comment